Rabu 04 May 2016 04:57 WIB

Kivlan, Moro, dan Nur Misuari

Milisi Front Pembebasan Nasional Moro (MNLF) mengangkat senjata saat mencapai kesepakatan damai dengan pemerintah Filipina pada 1996.
Foto:
President Filipina Benigno Aquino III (tengah) bertepuk tangan menyaksikan Ketua Juru Runding 'Moro National Liberation Front' (MNLF)Mohagher Iqbal (kiri) berjabat tangan dengan 'Senate President' Franklin Drilon, di Manila, (10/9/2014).

Selang, sekitar 30 menit kemudian, Kivlan pun sudah mendatagi saya dengan menggandeng Misuari . Dia membawa Nur Misuari ke sebuah ruangan yang sudah dijanjikan.

Semakin terkejut lagi setelah di ruangan itu pun Kivlan marah kepada Misuari, karena mencoba memperlama atau mengulur waktu perundingan. Kivlan mendesak agar Nur Misuari segera saja menerima hasil perundingan.

"Sudah terima saja permintaan pemerintah Filipina daripada kamu tidak dapat apa-apa. Ibaratnya dari 10 yang kamu minta, kamu sudah dapat 8. Kalau kamu tidak mau terima, saya juga tidak mau bantu kamu lagi," ujar Kivlan kepada Misuari.

Mendengar perkataan Kivlan, Misuari pun mengangguk-angguk. Gertak Kivlan ini dilakukan persis di depan saya yang sudah menunggu di sebuah ruangan.

Setelah itu, Kivlan meminta Misuari untuk meladeni wawancara. Saya pun mulai mewawancarainya seputar nasib sekitar 15 ribu laskar MNLF. AFP (angkatan perang Filipina) hanya menyetujui sekitar 5.000 laskar yang bisa diakomodasi dalam AFP. Sementara MNLF meminta seluruhnya.

Untuk mengatasi kebuntuan, maka Indonesia pun akhirnya menawarkan jalan tengah, sekitar 7.500 laskar yang bisa diterima dalam AFP. Dengan catatan urusan kepangkatan menjadi kewenangan AFP.

‘’Saya tahu memang tidak mungkin seorang letnan jenderal MNLF otomatis menjadi letnan jenderal pula di AFP. Apalagi dalam struktur AFP, bintang tiga hanya untuk empat orang, yakni Panglima AD, Panglima AL, Panglima AU, dan Wakil Kepala Staf AFP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement