Selasa 23 Feb 2016 06:11 WIB

Lima Pesan Syekh Al-Azhar dari MUI Hingga Rekonsiliasi Suni-Syiah

 (dari kiri) Grand Syekh Al Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad Ath-Thayyeb bersama Presiden RI Joko Widodo saat pertemuan tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2).
Foto:
Grand Syekh Al-Azhar Prof. Dr. Syekh Ahmad Muhammad Ahmad ath-Thayyeb (kedua kiri) bersama Presiden RI Joko Widodo berfoto usai melakukan pertemuan tertutup di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (22/2). (Republika/Wihdan)

"Syiah beragam, namun mereka adalah saudara, mereka tetap Muslim, kita tidak bisa serta-merta menghakimi mereka keluar Islam hanya karena satu perkara. Memang terdapat sikap berlebihan, tidak di semua Syiah dan tidak semua ulama mereka demikian, ketika saya berdialog dengan sejumlah tokoh mereka ihwal mencaci maki sahabat dan Abu Bakar RA, Aisyah RA, dan Umar bin Khatab, ia mengatakan, ”Mereka bukan representasi kami.”

Jika Anda telaah buku-buku Syiah klasik, Anda tak akan menemukannya. Mungkin Anda temukan kecenderungan sebagian demikian, tetapi mayoritas Syiah menghormati sahabat Rasulullah SAW. Sebagian kecil ulama menganggap mencaci maki sahabat berarti keluar dari Islam, tetapi bagi kami Al-Azhar tidak. Cacian terhadap sahabat bentuk kesesatan, maksiat, dan berdosa, tapi tak serta-merta keluar dari Islam. Mereka  Kita tidak bisa kafirkan mereka.

Bagaimana? Suni dan Syiah adalah sama-sama sayap Islam. Tentu, kita bicarakan Syiah yang moderat, ada Imamiyah, Zaidiyyah, yang memiliki kedekatan dengan Suni, tetapi ada sekte  menyimpang dan sesat yang mengangkat isu tasyayyu’ yang mengakui risalah selain untuk Muhammad SAW, mereka itu, seperti saya katakan, menyalahi apa yang konstan dalam agama dan bisa dinyatakan keluar Islam.

Akan tetapi, sesunguhnya, sebagian perbedaan kita dengan saudara Syiah kita, adalah perbedaan nonprinsipil (furu’), kecuali dalam soal imam. Syiah percaya imam sebagai bagian pokok agama, sedangkan kita, Suni soal itu termasuk nonprinsipil. Isu imamah juga tak membuat Syiah serta-merta keluar Islam.

Kitab as-Sayyid Ali al-Amin cukup bagus mendudukkan hakikat imamah tersebut. Yang dimaksud imamah Ali bin Thalib adalah dalam hal spiritualitas dan ketakwaan bukan bermakna kekuasaan fisik. Kekuasaan seperti itu Ali bin Abi Thalib juga tak menginginkannya.  Pemikiran ini berupaya mendekatkan antara Suni dan Syiah."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement