Senin 08 Feb 2016 15:02 WIB

'Perayaan Imlek Itu Budaya Bukan Agama'

Rep: C35/ Red: Achmad Syalaby
Pembeli mengamati pernak-pernik khas Imlek di pasar tradisional Pancoran di Kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, Ahad (7/2). (Republika/Yasin Habibi)
Pembeli mengamati pernak-pernik khas Imlek di pasar tradisional Pancoran di Kawasan Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, Ahad (7/2). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Perayaan tahun baru Imlek yang dirayakan oleh etnis Tianghoa dinilai merupakan perayaan budaya bukan perayaan agama tertentu. Tokoh mualaf, Haji Ali Karim Oey mengatakan, perayaan Imlek merupakan perayaan tahun baru setelah Dinasti Han berhasil membuat kalender Cina, setelah dinasti-dinasti sebelumnya gagal.

Perayaan tahun baru yang dibuat sejak tahun 1500 SM ini menurut pria paruh baya yang akrab disapa Haji Ali ini untuk merayakan suka cita memasuki musim bertanam. Sementara untuk ritual-ritual tertentu seperti yang dilakukan penganut Budha di klenteng merupakan ritual tambahan yang melekat dengan etnis Cina yang mayoritas beragama Budha. 

"Perayaan Imlek itu budaya Cina ketika Dinasti Han berhasil membuat kalender Cina sejak tahun 1500 SM untuk merayakan memasuki musim bertanam, bukan perayaan agama tertentu," tuturnya di kediaman Hajjah Lina Liputri di Perumahan Magnolia, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Senin (8/2). (Baca: Jadi Mualaf, Hajah Lina Tetap Gelar Open House Imlek).

Kue keranjang, yang selalu identik dengan perayaan tahun baru Cina itu sengaja dibuat awet menurut Haji Ali karena pada zaman dahulu masih sulit untuk makan. Makanan yang bisa tahan hingga beberapa bulan itu dapat disimpan untuk cadangan bahan makanan.

Dia juga menunjukkan beberapa budaya Cina yang baik untuk diambil hikmahnya. Dia mencontohkan budaya sapaan dalam etnis Cina yang tidak bersentuhan, hanya mengangkat kedua tangan yang disatukan membentuk sebuah kepalan. 

Buaya itu menurut dia labih baik daripada harus bersalaman, demi menjaga kesehatan kalau lawan yang disapa sedang mengidap penyakit menular tertentu. Selain itu sapaan itu lebih simpel jika menyapa banyak orang, daripada harus menyalami satu per satu. (Baca: Jejak Islam di Bumi Naga).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement