Selasa 22 Dec 2015 19:33 WIB

Muhammad, Sebenar-benar Teladan

Kover buku 'Dahsyatnya Kisah Rasul Muhammad SAW'.
Kover buku 'Dahsyatnya Kisah Rasul Muhammad SAW'.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muhammad Itsbatun Najih/Alumnus UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Narasi Nabi Muhammad Saw atau Rasulullah terkira belum menyesap dalam lakon keseharian anak-anak kita. Era selebrasi digital merunutkan idola-idola baru. Anak-anak lebih mengakrabi bagian subtil bahkan yang tidak sangat penting terhadap pesohor idolanya. Gaya hidup pesohor menjadi citra baru anak-anak kita dalam menghayati dan merumuskan arti pengidolaan.

Barangkali fenomena tersebut terjadi lantaran narasi Muhammad Saw lebih banyak tertuju untuk kalangan dewasa. Buku-buku tebal dan pembahasan yang mengernyitkan dahi plus diutarakan dengan bahasa akademisi. Sedangkan terbilang minim kajian pustaka Sang Nabi yang menyesuaikan kondisi cerna alam pikir anak-anak; dituturkan dengan bahasa sederhana: ringkas dan padat.

Ikhtiar menyesapkan narasi macam itulah yang ditawarkan Tin Zulaeha. Sembari diimbuhi racikan ilustrasi atau gambar yang menggoda mata, khas anak-anak. Lanskap padang pasir, unta, pohon kurma, dan Kabah; hampir-hampir menghiasi seluruh isi buku.

Dengan tentunya sosok Muhammad cukup terilustrasi pada simbolitas tulisan. Zulaeha menceritakan manusia agung tersebut semenjak kelahiran sampai kepurnaannya. Di setiap bab, ada penambahan rubrikasi pesan hikmah sebagai iktibar dan bahan pembelajaran.

Di babakan akhir buku, tersaji satu bab khusus tentang aneka tamsil petuah baginda Muhammad; semisal perihal kedermawannya. Suatu ketika, Muhammad kedatangan seorang yang meminta bantuan. Oleh Rasulullah dijawab: Saya juga sedang tidak mempunyai apa-apa. Juallah sesuatu darimu dan saya yang akan menanggung (barang itu kembali kepadamu lagi). Jika saya sudah mempunyai uang, saya akan mengganti biaya barangmu (yang kamu jual itu).

Aneka laku luhur sang utusan Tuhan itu sudah terpatri semenjak belia. Muhammad muda membedai kebiasaan para pemuda Makkah. Mampu menjaga diri dari laku hura-hura dan bersenang-senang seperti lazimnya kelakuan di usia remaja (h:12). Meraih kesuksesan sebagai pedagang hanya bermodal kejujuran.

Tak pelak, beliau dilabeli al Amin; sebagai orang yang tepercaya lantaran tidak pernah sekalipun berdusta, bahkan saat bercanda. Pun, kebijaksanaan dan kecerdasannya termaklumkan kala perannya dalam peristiwa peletakan Hajar Aswad di Kabah; yang dengan itu mampu meredam sengkarut dan potensi kobaran peperangan antarkabilah Arab (halaman 13).

Pesan moral perang

Sebagai penyampai risalah Tuhan, Muhammad banyak mendapat penentangan dan intimidasi. Tapi, beliau menghadapi dengan sabar dan justru terus mendoakan kebaikan. Tentang narasi peperangan yang Muhammad lakukan, Zulaeha memberikan porsi tersebut dalam jumlah besar; kurang lebih lima puluh halaman (halaman 43-90).

Hikayat perang mengandaikan imajinasi yang tidak sedap, terkhusus bagi anak-anak. Menarasikan perang, berarti mengakrabkan pada ilustrasi tombak, perisai, dan pedang. Dirasa cukup berisiko ketika buku yang ditujukan pada kasta belia sudah diperlihatkan dengan ilustrasi macam demikian.

Meskipun begitu, ada pesan implisit Zulaeha yang patut diapresiasi: bahwa Muhammad berperang hanya untuk bertahan dan membela diri. Tidak pernah memulai terlebih dahulu peperangan. Pesan macam inilah yang seharusnya dijabarkan; menjadi keterangan eksplisit.

Di edisi cetak selanjutnya, Zulaeha perlu mengimbuhkan keterangan tambahan berupa konteks kenapa Muhammad melakukan peperangan. Mengenai hal ini, Zulaeha bisa merujuk karya-karya fenomenal sejarawan Nizar Abazhah yang membahas komprehensif perang yang dilakoni Muhammad.

Semisal hikayat Muhammad dalam memperlakukan para tawanan perang secara manusiawi. Bahkan setelah memenangi Perang Badar, Muhammad tidak meninggalkan medan pertempuran sebelum menguburkan tujuh puluh mayat pihak lawan.

Sang Nabi diperangi oleh pembesar kabilah lantaran merasa kedudukan dan pengaruhnya dalam masyarakat Arab bakal terdegradasi gegara kehadiran beliau. Dalam perang, iatidak pernah membunuh. Perangnya sangat menjunjung etika, bermoral, dan beradab.

Sang Nabi melarang menebang pohon, membunuh hewan, dan merobohkan rumah. Dia menjamin keselamatan gereja, sinagoge, dan para rahib. Perang merupakan opsi terakhir setelah upaya diplomasi berakhir buntu.

Ketika Fathul Makah, tatkala Muhammad dan kaum Muslimin berpunya kesempatan emas membalas kelakuan penduduk Makah yang pernah mengusir dan menyiksanya, tapi toh yang ada hanyalah permaafan. Sama sekali tidak ada ceceran darah. Sang Nabi pun tidak menggunakan momen tersebut untuk memaksa mereka memeluk Islam.

Lepas dari itu, kita hendaknya masygul melihat kini tokoh-tokoh animasi superhero dijadikan ritus pengidolaan. Pun, kala pejabat dan figur publik sudah tidak bisa diharapkan lagi menjadi teladan. Kiranya para orangtua lekas menginsyafi diri dengan menjejali anak-anaknya perihal hikayat perangai luhur seorang Nabi Muhammad.

Judul: Dahsyatnya Kisah Rasul Muhammad SAW

Penulis: Tin Zulaeha

Penerbit: Al-Qudwah, Surakarta

Cetakan: Pertama, 2015

Tebal: 140 Halaman   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement