Senin 21 Dec 2015 10:58 WIB
Catatan Akhir Tahun 2015

Intoleransi Agama Berbalut Anarkisme

Rep: andi nur aminah/ Red: Muhammad Subarkah
Pembangunan masjid di Manokwari.
Foto: dok. istimewa
Pembangunan masjid di Manokwari.

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak zaman Rasulullah SAW, pertentangan dalam menjalankan syariat agama sudah terjadi. Sejarah mencatat bagaimana Rasulullah harus menjalani begitu banyak siksaan, cibiran, cacian, hingga peperangan dalam menegakkan agama Islam.

Bergulirnya masa demi masa hingga saat ini pun, hal itu terus berlangsung dalam berbagai bentuk. Di Indonesia sendiri, dengan penduduk Muslim yang mayoritas, pertentangan atas nama agama dalam berbagai bentuk intoleransi terus saja terjadi. Negara memang telah menjamin kebebasan menjalankan syariat agama bagi pemeluknya dalam UUD 1945. Berbagai aturan turunannya pun sudah dilahirkan.

Namun, tampaknya individu, masyarakat, organisasi massa, lembaga, hingga negara sendiri belum sepenuhnya bisa menegakkan aturan tersebut, sekaligus memberikan sanksi atas para pelanggarnya.

Kasus-kasus intoleransi hngga kini masih terus bermunculan. Mulai dari yang sekelas pergesekan yang berakhir damai cukup dengan salaman para perwakilan tokoh agama yang berseteru, hingga yang menimbulkan korban jiwa, materi dan berujung konflik bernuansa SARA berkepanjangan.

Menurut catatan penulis, selama 2015, kasus-kasus intoleransi yang berujung amuk massa dan anarkisme lumayan banyak. Namun, yang gaungnya cukup menonjol adalah pembakaran Masjid di Tolikara, pelarangan pembangunan masjid di Manokwari dan Bitung.

Wilayah tersebut, memang boleh dibilang kawasan minoritas Muslim. Sehingga ketika pendirian rumah ibadah masjid atau mushala sedang dirintis, warga non-muslim di sekitarnya langsung bereaksi. Ada yang reaksinya biasa-biasa saja, ada pula yang langsung bergejolak dan seporadis.

Tanpa mengecilkan kasus-kasus lain, di sini saya hanya akan mengulas beberapa kasus saja. Tapi setidaknya, memori kita harus merekam pula kasus lain di antaranya pembangunan tembok di sekitar Masjid Futuwah di Cipete, Jakarta Selatan. Pembangunan tembok beton yang berdiri kokoh di sekililing masjdi membuat warga yang hendak ke masjid kesulitan. Mereka bahkan terpaksa memanjat tembok beton tersebut.

Terkait masalah ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memandang perlunya intervensi pemerintah. Karena terkait fasilitas umum dan tanah wakaf atau masjid, pemeritah sudah selayaknya turun tangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement