Senin 16 Nov 2015 07:44 WIB

'Masih Ada Salah Kaprah tentang Pesantren'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Damanhuri Zuhri
Ustaz Erick Yusuf
Foto: Republika/Darmawan
Ustaz Erick Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini sebagian masyarakat masih ada yang salah kaprah soal pendidikan di pesantren. Dulu, orang-orang awam menganggap pesantren adalah lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk anak-anak nakal. Di era modern, salah kaprah itu malah makin menjadi-jadi.

"Sekarang malah sebagian masyarakat menganggap pesantren adalah tempat untuk mencuci otak dan mendidik siswa menjadi teroris," ujar Pimpinan Lembaga Dakwah Kreatif (iHaqi), Ustaz Erick Yusuf kepada Republika.co.id, baru-baru ini.

Seandainya pun ada salah satu pesantren yang mencuci otak para santrinya agar tumbuh menjadi teroris, dan ingin membentuk negara Islam, namun masyarakat hendaknya jangan memukul rata kondisi seluruh pesantren di Tanah Air.

Menurut Ustaz Erick, jika pandangan itu tidak berubah, hal ini pada akhirnya akan membuat image pesantren menjadi buruk.  Pesantren merupakan tempat untuk menjaring orang-orang yang haus akan nilai-nilai agama.

Pasalnya di sekolah umum, intensitas pendidikan agama cenderung minim. Dalam sepekan hanya diajarkan selama dua jam pelajaran, yakni sekitar 40 sampai 45 menit.

Waktu yang terbatas tersebut kurang bisa mengajarkan nilai agama pada para siswa. "Makanya bangsa kita melahirkan generasi yang wawasan universalnya bagus, tapi kurang sentuhan spiritual," kata penggagas SMP Kreatif iHAQi Boarding School ini.

Sekitar 87 persen masyarakat Indonesia terdiri dari Muslim. Hanya saja, sambung Ustaz Erick, nilai-nilai keislamannya masih kurang.

Terbukti ketika ada kafe yang menjual minuman beralkohol, sebagian pembelinya ada yang beragama Muslim. Ini tak lepas dari pembentukan sekolah umum yang kurang memberikan pemahaman dan pembelajaran agama.

Dulu sewaktu pendidikan masih didominasi pesantren, Indonesia menghasilkan para pendiri bangsa yang mengerti nilai-nilai agama. Sebut saja, Sukarno, Bung Tomo, Sutan Syahrir, dan Agus Salim. 

"Ketika sekolah bertumbu pada pesantren, mereka paham bagaimana harus merdeka dan memperjuangkan kemerdekaan," ujar Ustaz Erick menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement