Rabu 07 Oct 2015 02:11 WIB

Stigma Negatif Sudutkan Muslim Thailand

Para pelajar Muslim Thailand
Foto: thestar
Para pelajar Muslim Thailand

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai upaya pun dilakukan Pemerintah Thailand untuk memberangus kesultanan ini. Akibatnya, pada abad ke-18 itu kerap terjadi bentrokan antara Kesultanan Muslim dengan Pemerintah Thailand.

Operasi militer besar-besaran pernah dilakukan pada 1940 ketika Thailand dikuasai partai nasionalis yang dipimpin Pibul Songkhram. Kala itu rezim Songkhram memaksa orang Melayu menanggalkan identitas mereka sebagai Melayu dan Muslim, selanjutnya bersatu di bawah  pemerintahan Thailand.

Tak hanya itu, Muslim Melayu juga dilarang mengenakan busana tradisional Melayu dengan ciri khasnya, seperti peci bagi kaum pria dan kerudung bagi wanita. Bahkan, mereka juga dilarang berbicara dengan bahasa Melayu.

Rezim Songkhram juga memaksa masyarakat Muslim Melayu untuk mengadopsi nama Thai. Akses mereka untuk belajar Agama Islam juga ditutup. Pemerintah juga menghapuskan pengadilan Islam untuk menangani urusan keluarga Muslim.

Seluruh pelajar dan mahasiswa di Thailand pun meski bukan pemeluk agama Buddha diwajibkan memberi penghormatan kepada gambar Buddha di sekolah-sekolah umum. Bila ada yang menolak melaksanakan kebijakan ini, akan ditangkap dan dijatuhi hukuman, bahkan tak jarang berujung kepada penyiksaan.

Meskipun kemudian pemerintah melunak dengan mencabut segala aturan yang menyulitkan umat Islam, seperti dikatakan sejarawan Asia Tenggara asal Singapura Michael Vatikiotis, tetap saja hubungan Muslim Melayu dengan Bangkok tak pernah membaik.

Ketika Thailand dipimpin Perdana Menteri Thaksin Sinawatra, upaya berdamai dengan Muslim Melayu pun telah diupayakan tetapi tak pernah membuahkan hasil. Thaksin mencoba memfasilitasi pelajar dari wilayah selatan dalam bentuk beasiswa pendidikan. Namun, Muslim Melayu menampik hal itu. Mereka menganggap Thaksin sedang berinvestasi agar kelak keturunan mereka berutang budi kepada Pemerintah Thailand.

Di tengah upaya yang dilakukan Thaksin, Bangkok justru semakin mengembangkan prasangka dan stigma negatif kepada Muslim Melayu sebagai kelompok krimimal yang berlindung di balik agama. Stigma itulah yang dimanfaatkan tentara Thailand untuk menggelar operasi militer di wilayah selatan.

Di tengah ketertindasan ini, kalangan Muslim Melayu semakin gencar menuntut agar Pemerintah Thailand memberikan otonomi khusus sehingga mereka dapat memerintah dan membuat kebijakan untuk mengatur kehidupan mereka sendiri. Mereka yakin, dengan otonomi itu, Muslim Melayu dapat mengembangkan taraf hidup karena selama ini mereka merasa tidak memperoleh pengayoman dan perlakuan yang sama seperti penganut agama mayoritas di Thailand.

Menurut mereka, di negara yang heterogen ini, pemerintah sebagai pihak yang menaungi seluruh warga negara seharusnya mengembangkan budaya saling menghormati terhadap apa yang dianut dan dipercayai orang lain.

Sumber: Pusat Data Republika/C08

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement