Ahad 30 Aug 2015 14:16 WIB

Seperti Apa Kota Islami? Ini Kata Maarif Institut

Rep: c27/ Red: Agung Sasongko
Islamic Center Bekasi
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Islamic Center Bekasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.  Akan sangat mudah ditemukan masjid-masjid, mushala-mushala, pesantren, sekolah agama, dan kumandang Adzan.

Pertanyaanya, apakah kota-kota Indonesia sudah masuk dalam kategori kota Islami?

Ketua Tim Riset Indeks Kota Islami Maarif Institute, Ahmad Imam Mujadid Rais mengungkap, parameter Indeks Kota Islami (IKI) tidak hanya akan dilihat dari segi aspek agama saja, namun memiliki aspek yang merujuk pada poin aman, sejahtera, dan bahagia.

"Ada peningkatan orang sadar akan beragama, namun sayangnya lebih pada aspek formalis, jadi kita cuma bisa melihat peningkatan orang yang naik haji, ceramah-ceramah agama," ujar Rais pada acara  Public Expose Indeks Kota Islami di Gedung Dakwah Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Kamis (27/8).

Melihat hal tersebut, Maarif Institute dengan menggunakan pendekatan beberapa dimensi tidak hanya keagamaan, namun juga kepemimpinan dan tata kelola pemerintahan, peradaban, kemakmuran dan keunggulan, yang mendasarkan pada metodologi dengan sumber-sumber Alquran dan hadits.

Ini memungkinkan bahwa sebuah kota yang memiliki Peraturan Undang-Undang Daerah syariah belum tentu memiliki IKI yang tinggi.

"Ketika kota aman, penduduk atau warga akan bisa berekspresi, aktualisasi, bekerja, berkarya sehingga menghasilkan kesejahteraan, ketika kesejahteraan tercapai warga akan terbangun dengan nilai-nilai kebudayaan, kesenian, lingkungan sehingga akan memunculkan kebahagiaan," ujarnya.

Kota Islami dinilai aman dua variabel penelitian yang terdiri dari kebebasan menjalankan agama dan keyakinan serta pemenuhan hak dasar negara. Kedua variabel tersebut diturunkan menjadi beberapa indikator seperti toleransi, mendirikan tempat ibadah, pendidikan agama, tidak adanya kebencian, transparansi pemerintahan, partisipasi, kepemimpinan, akuntabilitas dan kontrol terhadap tingkat kejahatan.

Kemudian untuk kota Islami yang dapat dinilai sejahtera dinilai berdasarkan empat variabel penelitian yang terdiri dari pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan kesehatan. Keempat variabel tersebut diturunkan menjadi beberapa indikator, seperti akses terhadap layanan kesehatan, rasio ketersediaan tenaga kesehatan, standar gaji berdasarkan Upah Minimum Regional (UMR), akses dan ketersediaan fasilitas pendidikan, serta tersedianya sejumlah lapangan pekerjaan dan kemudahan untuk berusaha.

Sedangkan kriteria kota Islami yang dapat dikatakan bahagia dapat dilihat berdasarkan tiga variabel penelitian, yang terdiri dari kenyamanan, dimensi kolektif, dan kepedulian lingkungan.

Ketiga variabel tersebut diturunkan menjadi sejumlah indikator seperti regulasi, infrastruktur, perda perlindungan lingkungan, sistem pengelolaan sampah, tersedianya ruang terbuka hijau dan pengelolaan sumber daya alam yang baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement