Senin 03 Aug 2015 18:08 WIB

Air Mata Gus Mus Luluhkan Muktamirin NU

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bilal Ramadhan
  KH A Mustofa Bisri (Gus Mus).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang/ca
KH A Mustofa Bisri (Gus Mus).

REPUBLIKA.CO.ID, JOMBANG — Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) pada Senin (3/8) memasuki babak baru. Ketegangan yang sebelumnya membelah peserta muktamar akibat perdebatan mekanisme pemilihan pemimpin NU berhasil dilewati. Rais Aam Syuriah NU KH Mustofa Bisri atau Gus Mus berperan penting dalam proses tersebut.

Lajutan pembahasan tata tertib yang ditunda sejak Ahad (2/8) malam dibuka dengan pidato Gus Mus. Di hadapan ribuan muktamirin, Gus Mus meluapkan kesedihannya atas tersendatnya Muktamar akibat meruncingnya perdebatan di antara muktamirin. Mengemban beban sebagai pemimpin, ia mengaku malu terhadap Tuhan dan para kiai pendiri NU.

“Saya mohon dengan hormat, kalau perlu saya cium kaki Anda semua.  Saya telah bertemu para kiai sepuh dan saya mendengarkan pendapat mereka. Rata-rata mereka semua prihatin. Di tanah ini terbujur Mbah Hasyim (Asy’ari), di sini NU dibangun. Apakah kita ingin meruntuhkannya di sini juga?” ujar Gus Mus.

Berbicara dengan khidmat, ulama yang juga dikenal sebagai penyair itu pun meneteskan air mata. Suaranya yang bergetar lirih juga membuat para muktamirin tertunduk. Tak ada lagi hujan interupsi seperti dua hari yang telah dilewati. Sejumlah muktamirin juga tak tahan untuk tidak menitikan air mata.

Gus Mus menyampaikan, hasil pertemuan dengan para kiai, diusulkan bahwa untuk setiap pasal yang tidak disepakati melalui musyawarah-mufakat, proses pengambilan keputusan akan diambil melalui pemungutan suara oleh rais syuriah tingkat wilayah.

“Kalau ini Anda tetap tidak terima, tidak apa-apa, karena saya hanya Mustofa Bisri. Saya hanya orang yang ditimpa kecelakaan menjadi pengganti Kiai Sahal (Mahfudz). Kalau Anda tidak terima, mohon lepaskan saya,” ujar Gus Mus tanpa dengan nada haru.

Ia bercerita, sejak semalam, ia tidak bisa tidur karena memikirkan nasib organisasi dan peserta muktamar. “Sebagai penanggung jawab, saya mohon maaf kepada Anda sekalian karena telah mengecewakan, terutama yang sepuh, karena kendala teknis dari panitia. Itu kesalahan saya,” tutur Gus Mus.

Usai pidato haru Gus Mus, Ketua Penitia Pengarah sekaligus pimpinan Sidang KH Slamet Effendi meminta respons muktamirin atas usulan tersebut. Para muktamirin menyeru sepakat. Setelah pembahasan tata tertib ditutup, agenda dilanjutkan dengan sidang komisi-komisi secara terpisah di sejumlah pesantren.

Sebelumnya, peserta muktamar terbelah menjadi dua kubu. Kubu pertama menginginkan mekanisme pemilihan rais aam syuriah NU dan Ketua Umum PBNU dilakukan dengan cara musyawarah yang diwakili Sembilan kiai terpilih.

Cara itu dianggap alternatif yang memuliakan ulama, daripada melalui cara pemungutan suara seperti yang dilakukan sebelum-sebelumnya. Namun, kubu lainnya berkukuh untuk menggunakan mekanisme pemungutan suara, karena itu merupakan amanat AD/ART yang belum diubah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement