REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ijtima’ Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) medio Juni 2015 lalu menghasilkan beberapa fatwa. Salah satunya tentang pengafiran.
“Fatwa pengafiran MUI lahir bukan semata-mata karena fenomena sosial, tapi karena ada beberapa pihak dan banyak yang bertanya tentang batasaan Islam dan mengafirkan,” terang Ketua Komisi dakwah MUI Cholil Nafis, Ph.D, Jumat (31/7).
Fatwa itu terbit, kata Cholil, karena adanya pertanyaan dari masyarakat. Sehingga kemunculannya murni dari respon umat. Sehingga MUI merasa perlu menindaklanjuti dengan membahasanya dalam sidang ijtima’.
“Nah, pengafiran itu perlu disampaikan dalam koridor Islam agar masyarakat dapat hidup damai beragama,” tegas Cholil.
Sehingga, para ulama berharap agar keberadaan fatwa tentang pengafiran itu mendorong pelaksanaan toleransi. Yakni, berupa sikap mengakui kebenaran agama yang dipeluk dan menganggap agama lain benar sebagai pilihan sesama manusia.
“Semoga fatwa ini menjaga keberlangsungan toleransi dan menjaga kerukunan, meskipun di tengah masyarakat yang berbeda pilihan agama,” tegas Cholil.