Jumat 31 Jul 2015 10:18 WIB

Ini Kriteria Kafir dan Takfir dalam Sidang Ijtima' Ulama MUI

Rep: c38/ Red: Damanhuri Zuhri
Majelis Ulama Indonesia.
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Majelis Ulama Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masalah kafir dan takfir sering menjadi isu sensitif di kalangan umat Islam. Sidang Ijtima’ Ulama Majelis Ulama Idonesia (MUI) yang berlangsung awal Juni lalu menghasilkan kesepakatan tentang kriteria pengafiran (dhawabit at takfir).

Dikutip dari naskah hasil sidang Ijtima’ Ulama MUI, Jumat (31/7), kafir adalah orang yang menentang dan menolak kebenaran dari Allah SWT yang disampaikan Rasul-Nya. Kafir ada empat macam, yaitu kafir inkar, kafir penolakan, kafir mu’anid, dan kafir nifaq.

Ijtima’ Ulama memerinci definisi tersebut satu per satu. Seseorang disebut kafir inkar apabila mengingkari tauhid dengan hati dan lisan. Kemudian, disebut kafir penolakan (juhud) apabila mengingkari dengan lisan, tapi mengakui dalam hati.

Sementara kafir mu’anid berarti mengetahui kebenaran Islam dalam hatinya dan dinyatakan oleh lisannya, tapi ia menolak beriman. Terakhir, kafir nifaq, yaitu menyatakan beriman dengan lisan, tetapi hatinya mengingkari.

Memvonis kafir (takfiri) adalah mengeluarkan seorang Muslim dari keislamannya sehingga ia dinilai kafir (keluar dari agama Islam). Ada konsekuensi syariat atas seseorang yang dinyatakan kafir.

Antara lain, batalnya status pernikahan, tidak ada hak asuh anak, tidak ada hak untuk mewariskan dan mewarisi, serta  tidak boleh dikubur di pemakaman Islam saat meninggal.

Sidang Ijtima’ MUI menegaskan, takfir merupakan hukum syariat yang tidak boleh dilakukan oleh orang per orang atau lembaga yang tidak mempunyai kredibilitas dan kompetensi untuk itu. Vonis kafir harus diputuskan oleh lembaga keulamaan yang diotorisasi oleh umat dan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement