Kamis 30 Jul 2015 20:35 WIB
Muktamar NU

Rais Syuriah PWNU Jatim Dukung Mekanisme Ahwa

Wagub Jatim Saifullah Yusuf di tengah acara pra Muktamar NU ke-33
Foto: antaranews
Wagub Jatim Saifullah Yusuf di tengah acara pra Muktamar NU ke-33

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rais Syuriah PWNU Jawa Timur KH Miftachul Akhyar menyerukan kepada muktamirin (peserta muktamar) untuk menggunakan "ahlul halli wal 'aqdi" atau AHWA (musyawarah untuk mufakat) dalam mekanisme pemilihan pada Muktamar Ke-33 NU di Jombang, 1-5 Agustus.

"Kami sudah sepakat menggunakan AHWA, karena musyawarah mufakat dan kebersamaan itu merupakan jati diri NU. Soal sikap PCNU se-Jatim saat pendaftaran muktamar nanti akan saya ambil alih, karena itu mereka harus patuh. Kalau tidak patuh pada syuriah, lalu apa niat mereka masuk NU?," katanya di Gedung PWNU Jatim, Surabaya, Kamis (30/7).

Ia mengemukakan hal itu di sela Silaturrahim Alim Ulama Menyambut Muktamar Ke-33 NU yang dihadiri 22 ulama, diantaranya KH Maemun Zuber (Sarang), KH Anwar Mansur (Lirboyo), KH Nurul Huda Djazuli (Ploso), KH Mas Mansur Thalhah (Surabaya), KH Masbuchin Faqih (Gresik), KH Mas Subadar (Pasuruan), dan KH Suyuthi Thoha (Banyuwangi).

Didampingi pimpinan rapat KH Anwar Iskandar (Kediri), ia menjelaskan banyak pimpinan NU yang tidak paham dengan AHWA, karena itu dirinya sudah menyampaikan soal AHWA ke NTB, Kalimantan, Makassar, dan sebagainya. "Awalnya memang keberatan, tapi setelah paham akhirnya menerima," katanya.

Menurut pengasuh Pesantren Miftachussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu, para ulama dalam silaturrahim itu juga sudah menetapkan delapan nama ulama sepuh (senior) untuk diusulkan sebagai anggota AHWA dalam Muktamar Ke-33 NU.

Ke-delapan ulama sepuh dimaksud adalah KH Maemun Zuber (Sarang), KH Anwar Mansur (Lirboyo/Kediri), KH Anwar Iskandar (Kediri), KH Nurul Huda Djazuli (Ploso/Kediri), KH Mas Subadar (Pasuruan), KH Nawawi Abdul Djalil (Pasuruan), KH Ma'ruf Amin (Jakarta), dan KH Agoes Ali Masyhuri (Sidoarjo).

"Mereka dipilih sesuai kriteria yang ada, diantaranya alim, mutawari, memiliki kemampuan, mukhlis, dan memiliki ketajaman hati. Akhirnya, kami pilih delapan nama dari sembilan nama yang diatur dalam rancangan mekanisme AHWA untuk Muktamar NU," katanya.

Ditanya tentang AHWA yang legalitasnya belum diatur dalam AD/ART NU, sehingga penerapannya perlu ditunda hingga muktamar berikutnya, ia mengatakan hal itu secara implisit ada dalam Bab XIV Pasal 41 AD/ART NU bahwa Rais Aam dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat.

"AHWA itu 'kan baik, lho sesuatu yang berdampak pada kebaikan kok ditunda?! Apalagi para ulama sudah membahas dalam dua kali Munas Alim Ulama pada November 2014 dan Juli 2015," katanya.

Selain itu, sistem AHWA yang diberlakukan pada pemilihan Khulafaurrasyidin itu selalu dilakukan pada masa awal NU dan pada Muktamar Situbondo Tahun 1984. "Itu karena AHWA dipandang lebih menjaga martabat ulama dan mengurangi mafasid dalam pemilihan," katanya.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement