Jumat 17 Jul 2015 16:53 WIB

Din Syamsuddin: Idul Fitri Momen Kembali pada Kesucian dan Kekuatan

Rep: C97/ Red: Winda Destiana Putri
Din Syamsudin (Republika/Wihdan Hidayat)
Foto: Republika/ Wihdan
Din Syamsudin (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Prof. Dr. KH. Sirajuddin Muhammad Shamsuddin melaksanakan shalat Idul Fitri 1 Syawal 1436 H di Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta.

Dalam kesempatan tersebut, pria yang akrab disapa Din Syamsuddin itu berperan sebagai Khotib. Usai shalat ia menyampaikan khutbah bagi jamaah.

Din menyampaikan, Idul Fitri merupakan momen yang tepat untuk Muslim kembali pada kesucian dan kekuatan. Sebab manusia sendiri dilahirkan ke muka bumi dalam kondisi suci tanpa dosa. “Bahkan saat ruh kita ditiupkan ke dalam rahim, kita sudah terikat janji suci dengan kesaksian mengesakan Allah SWT,” katanya, Jumat (17/7).

Adapun makna kekuatan, karena manusia diciptakan oleh Tuhan yang memiliki segala kekuatan. Menurutnya, jika dua unsur ini (kesucian dan kekuatan) mampu terkolaborasi dengan baik dalam jiwa seorang muslim, artinya ia sudah memperoleh kemenangn usai ramadhan.

Din mengingatkan, perjuangan melaksanakan ibadah di bulan Ramadhan bukan perkara kecil. “Perjuangan saat Ramadhan adalah jihad yang besar dan sulit dilakukan. Sebab setiap orang harus mampu mengendalikan hawa nafsunya,” tutur Din. Berkat rahmat Allah kita bisa sampai pada akhir Ramadhan.

Dengan menahan hawa nafsu setiap orang bisa selamat. Sebaliknya, dengan menuruti nafsu setiap orang dapat memperoleh kehancuran. Kebiasaan mengejar nafsu dapat menimbulkan kerusakan moral. Seperti korupsi, perjinahan,dan kekerasan. Hal ini dapat terjadi di semua kalangan. Baik muda maupun tua.

Penguasaan atas nafsu diri dapat terlihat dari ahlak manusia. Ahlak yang baik dapat mengantarkan manusia pada kemenangan. “Ada pepatah arab yang mengatakan, dengan ahlak baik suatu bangsa bisa tegak. Tapi dengan ahlak buruk suatu bangsa bisa rapuh,” ucap Din.

Ia mengakui saat ini nilai-nilai moral bangsa Indonesia sudah banyak bergeser. Yang dulu ramah, sekarang jadi mengedepankan kekerasan. Bahkan banyak orang yang tega membunuh sesamanya. Banyak pula anak muda yang terjebak dalam fanatisme agama. Sehingga nilai toleransi dalam diri mereka hilang. Hal ini sering kali menimbulkan kekerasan fisik di tengah masyarakat.

Din menuturkan, Indonesia adalah bangsa pejuang. Maka itu mereka mampu bertahan dalam penjajahan selama tiga setengah tahun. Kota Yogyakarta menjadi salah satu bukti perjuangan bangsa tempo dulu. Tapi sekarang nilai juang semakin terkikis. Banyak orang yang memilih jalan pintas untuk memperoleh kesuksesan.

“Kita cenderung lebih mengagungkan bangsa lain. Banyak yang malu dengan identitasnya sendiri,” ujar Din. Hal ini jelas tidak baik. Karena untuk maju, bangsa ini harus bangga dengan identitasnya. Begitu pun dengan nilai gotong royong. Saat ini orang-orang mulai cenderung mengedepankan aspek materialistik.

Namun begitu Din menyampaikan bahwa keterpurukan nilai bangsa ini hanya terjadi pada segelintir orang. Masih banyak anak bangsa yang memegang teguh karakteristiknya sebagai orang-orang yang terlahir di tanah Nusantara.

“Tapi memotret keburukan itu menjadi penting dalam muhasabah. Kita harus mengevaluasi diri kita agar bisa tumbuh lebih baik,” kata Din. Karena itu dengan berbagai hal yang ia paparkan, Din berharap bangsa ini akan terus bekerja memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan.

Din menjelaskan bahwa tujuan ibadah pada Ramadhan adalah ahlak yang mulia. Bukan sekedar tamat puasa. Maka itu setelah Idul Fitri ini, diharapkan ahlak umat Muslim dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sehingga bisa menjalankan keislamannya dengan prinsip wasatiah atau pertengahan.

Menurut Din, islam adalah agama yang moderat. Juga agama yang berkemajuan dan berwawasan jalan tengah. Karena itu seorang Muslim sudah seharusnya teguh pada syariah, tapi juga memiliki toleransi yang baik. Islam juga dinamis dan tidak stagnan. “Sebab Rasulullah sendiri menyampaikan, seorang muslim hari ini harus hidup lebih baik dari pada hari kemarin,” paparnya.

Islam berkemajuan menuntut setiap pemeluknya untuk merdeka. Mereka harus bebas dari kemiskinan dan kebodohan. Din menuturkan, agar jauh dari hal buruk tersebut seorang Muslim harus memiliki hubungan yang baik dengan Allah SWT dan sesamanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement