Selasa 07 Jul 2015 15:06 WIB

Pesantren Assalam Pertama Miliki Observatorium

Rep: edy setiyoko/ Red: Damanhuri Zuhri
Perukyat menggunakan teleskop saat pemantauan hilal untuk menentukan 1 Ramadhan di Observatorium As-Salam, Sukoharjo, Jawa Tengah.
Foto: Antara/Andika Betha/ca
Perukyat menggunakan teleskop saat pemantauan hilal untuk menentukan 1 Ramadhan di Observatorium As-Salam, Sukoharjo, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam Solo, memperoleh kohormatan dari Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menjadi tempat berlangsungnya pertemuan 30 pimpinan lembaga keagamaan pesantren se-Indonesia, perguruan tinggi, praktisi asosiasi astronomi, 5-7 Juli 2015.

Acara dirangkai sekaligus peresmian Assalaam Observatory (Observatorium Assalaam), sebagai markas dan laboratorium astronomi CASA (Club Astronomi Santri Assalaam), di komplek PPMI Assalaam Desa Pabelan, Kecamatan Kartosuro, Kabupaten Sukoharjo, Jateng.

Sebelum meresmikan Observatorium Assalaam, Menag tampil sebagai pembicara kunci ceramah ilmiah dalam pertemuan Halaqah Falakiyah Nasional bertajuk Membumikan Ilmu Falak di Indonesia. Menag sempat meninjau langsung Observatorium di Anjungan Astronomi.

Membangun Observatorium semacam ini, kata Menag, sangat penting dalam rangka mengembangkan Ilmu Falak. Ini berkaitan dengan penentuan arah kiblat, jadwal waktu salat, penentuan awal bulan, penentuan awal Ramadhan dan 1 syawal, dan sebagainya.

Diharapkan, pendirian Observatorium sebagai program yang diinisiasi Kemenag ini setidaknya memberi respon terhadap kondisi kehidupan kebanyakan umat Islam di Tanah Air. Ini terutama dalam menyikapi penentuan 1 Syawal, 1 Ramadhan, tahun baru hijriyah, di era modern.

Dalam konteks penentuan 1 Syawal, 1 Ramadhan, di negara Islam mempunyai mufti, syech, mempunyai otoritas. Sehingga keputusannya diamini seluruh warga. Di Indonesia mempunyai tradisi tersendiri. Persoalan tidak sederhana. Dan, pemerintah tidak bisa memaksakan keputusan untuk bisa diamini umat Islam.

Penentuan penanggalan merupakan persoalan ijtihat. Ada yang dilakukan secara tradisional maupun modern. Banyak pandangan yang muncul dalam kemajemukan umat Islam.

Dalam penentuan Hari Raya Idul Fitri, misalnya, tak sekadar persoalan ibadah mahdloh. Menurut Menag, juga menyangkut persoalan aspek 'festival' sosial warga merayakan lebaran. Di Indonesia mempunyai tradisi yang cukup panjang.

Peran pemerintah dalam penentuan 1 Syawal hanya memfasilitasi saja. Semua ini diputuskan dalam sidang isbath. Pesertanya, dari pesantren, kiai, ulama, akademisi, ahli astronomi dan falakh, Ormas Islam.

Mereka menyampaikan padangan masing-masing. Di samping Kemenag menerjunkan tim peneropong yang diberi tugas di sejumlah tempat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement