Senin 30 Mar 2015 19:48 WIB

Penutupan Situs Islam Dinilai tidak Mendidik

Terorisme
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Terorisme

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Anggota Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah, Mustofa B. Nahrawardaya, mengungkap jika benar ada niat menutup situs-situs Islam yang dituduh sebagai situs radikal,  maka dapat dipastikan niat penutupan situs jihad, situs radikal, atau situs penggerak paham radikalisme, atau Situs simpatisan radikalisme sesuai penafsiran BNPT, tidaklah mendidik.

"Selain penetapan daftar nama situs yang ngawur dan hampir semua situs internet bernafaskan Islam diberangus, alasan penutupan juga tidak mempertimbangkan hal lain," kata dia dalam keterangan tertulis yang diterima ROL, Senin (30/3).

Bagi BNPT, kata dia, secara institusi dan personal Pimpinan BNPT mungkin bermanfaat karena sesuai penafsirannya, konten situs-situs Islam hampir semua ditandai sebagai situs radikal bisa ditutup menggunakan kekuasaannya. Tetapi bagi Umat Islam, penutupan situs-situs Islam jelas akan memperburuk prinsip keseimbangan informasi.

"Apa itu? Dalam banyak berita terkait terorisme/ISIS dan sebagainya, hanya sedikit media mainstream yang mau memberitakan secara berimbang. Sumber berita media mainstream, biasanya hanya dari aparat dan tidak mengutip sumber lain sebagai syarat coverbothside dalam kaidah jurnalistik," kata dia.

Akibat sumber berita yang tidak berimbang, kata dia, maka informasi yang sehat dalam meng-cover berita terorisme, sering terabaikan. Banyak informasi dan fakta tidak disampaikan ke publik karena kepentingan tertentu. "Sebagai contoh: Tidak ada perlawanan terduga teroris diberitakan ada perlawanan. Tidak ada baku tembak antara terduga dengan Densus, tetapi diberitakan ada baku tembak," kata dia.

 

Terduga ditembak saat shalat, diberitakan ditembak saaat melempar bom. Dan seterusnya. Tidak diketahui, masalahnya dimana, sehingga kesaksian warga di TKP (Tempat Kejadian Perkara) tidak sesuai dengan berita yang muncul.

"Nah, dengan adanya situs/website Islam, maka pemberitaan terorisme/ISIS kini jadi berimbang. Contoh lain adalah berita kebengisan ISIS, Kekerasan ISIS, yang diberitakan Media Mainstream, sangat jauh berbeda dengan yang dieritakan Media Islam," kata dia.

Dengan objek berita yang sama, semangat berita jadi berbeda? Ini yang perlu diperhatikan. Ada masalah serius antara kedua kelompok media ini, jika memberitakan radikalisme dan terorisme.

"Penutupan situs-situs Islam ini saya kira memiliki agenda setting yang lebih besar, yakni agar misi Densus/BNPT tidak ada yang mengganggu lagi. Artinya, pola sumber tunggal dalam berita terorisme akan lebih kuat posisinya. Boleh dibilang, ada upaya permanen pembodohan publik berkedok pemberantasan terorisme," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement