Selasa 03 Mar 2015 22:11 WIB

Komunikasi dan Keterbukaan Permudah Penanganan Isu Radikalisme

Pengetahuan agama Islam yang benar dapat menangkal tumbuhnya bibit radikalisme.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat/ca
Pengetahuan agama Islam yang benar dapat menangkal tumbuhnya bibit radikalisme.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA --  Sejumlah tokoh umat Islam dan Buddha Asia Tenggara melakukan pertemuan di Yogyakarta, Selasa, untuk merumuskan upaya penguatan perdamaian antarpemeluk dua agama itu.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia, Din Syamsuddin saat membuka acara "A High Level Summit of Buddhist and Muslim Leaders" itu mengatakan, pertemuan itu diharapkan mampu membangun saling pengertian antardua umat beragama (Islam dan Budha) khususnya dalam menghadapi isu-isu ekstrimisme agama saat ini.

"Kekerasan mengatasnamakan agama, ekstrimisme, radikalisme harus sama-sama dapat dihindarkan dalam hubungan antarpemeluk agama Islam-Budha. Semua itu adalah musuh kita saat ini," kata dia.

Perwakilan tokoh agama negara Asia Tenggara yang hadir diantaranya dari Thailand, Indonesia, Banglades, Malaysia dan Sri Lanka. Menurut Din, pemeluk agama Budha dan Islam adalah tiga per lima dari penduduk negara-negara di Asia Tenggara sehingga dua agama itu perlu terus-menerus membangun komunikasi yang baik.

"Kedua agama memang memiliki perbedaan secara teologis tapi punya kesamaan nilai, yakni nilai etika dan juga agama untuk manusia dan kemanusiaan," kata Din.

Hubungan Islam dan Buddha di Asia Tenggara khususnya di Indonesia secara umum disebut Din relatif tidak memiliki masalah kecuali konflik yang terjadi di Rohingnya, Myanmar, yang diharapkan dapat segera terselesaikan. "Ini penting agar secepatnya dilakukan upaya harmonisasi. Kami dari MUI dan Walubi sebelumnya telah melakukan upaya-upaya untuk menengahi persoalan di Myanmar itu," kata dia.

Ketua International Network of Engaged Buddhis (INEB) Harsha Kumara Navaratne mengatakan, hubungan antardua budaya dan agama akan selalu terjalin dengan baik jika dilandasi dengan komunikasi dan keterbukaan. Oleh sebab itu, menurut Harsha, seyogyanya dalam pertemuan tokoh dua agama tersebut dapat dirumuskan pola komunikasi yang saling terbuka secara berkelanjutan antara umat Islam dan Buddha.

"Komunikasi dan keterbukaan akan melahirkan cinta dan perdamaian, sebaliknya (tanpa keterbukaan) akan menimbulkan rasa curiga dan ketakutan," kata dia.

Hasil pertemuan yang berlangsung sehari ini selanjutnya akan dipaparkan dalam pernyataan bersama di Candi Borobudir pada Rabu (4/3). Pertemuan serupa dengan fokus membahas isu kontemporer berkaitan hubungan Islam dan Buddha di Asia Tenggara sebelumnya pernah diselenggarakan di Bangkok, Thailand pada 2013.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement