Senin 02 Mar 2015 19:11 WIB

Jalan Damai NU Melalui Ummatan Washatan

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Indah Wulandari
Nahdlatul Ulama.
Nahdlatul Ulama.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pertama kali didirikan pada 31 Januari 1926, Nahdlatul Ulama (NU) selalu memposisikan diri sebagai ummatan washatan atau umat yang mengambil jalan moderat.

Dengan begitu, organisasi masyarakat ini mampu menjawab berbagai tantangan sesuai perkembangan zaman.

“Dari dulu, NU tidak ekstrem ke kanan maupun ke kiri. Ahlussunnah yang diimplementasikan NU adalah menolerir poin-poin yang masuk ke dalam perkara khilafiyah. Karena perbedaan itu adalah rahmat,” tutur tokoh NU asal Jawa Timur, Chalil Nafis, kepada Republika.

Tetapi, kata dia, ketika berkenaan dengan hal-hal yang bersifat prinsip, NU akan mengambil sikap yang tegas.

Di antaranya adalah soal keutuhan tauhid yang menurutnya tidak boleh ada tawar-menawar. “Di samping itu, mempertahankan NKRI dalam pandangan NU juga termasuk perkara yang fundamental, karena menyangkut kemaslahatan umat,” imbuhnya.

Chalil melihat moderasi yang diusung NU mampu menjawab tantangan umat di tengah menguatnya liberalisme dan radikalisme di Indonesia, belakangan ini.

Paham dan praktik keagamaan yang ditawarkan NU selama ini sangat khas Nusantara, sehingga dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat mana pun. Dijelaskannya, dalam hal praktik keagamaan NU selalu melakukan kajian terhadap pendapat dan kerangka pemikiran ulama terdahulu tentang Islam.

Namun, di sisi lain NU juga tidak mengingkari bahwa metode atau manhaj dakwah melalui pendekatan kultural adalah sesuatu hal yang tidak terhindarkan.

“Sampai sekarang, NU tetap konsiten menerjemahkan agama ke dalam berbagai tradisi yang ada, tanpa harus membuat masyarakat merasa dipersalahkan. Pada akhirnya, nilai-nilai Islam mampu berakulturasi dengan kearifan lokal. Inilah yang membedakan manhaj NU dengan yang lainnya,” ujarnya.

Menurut Chalil, semakin berkembangnya liberalisme dan radikalisme di tanah air dewasa ini tidak lain disebabkan oleh kegagalan sistem pendidikan. Karenanya, lembaga pendidikan NU memiliki peran strategis untuk membentengi umat dari kedua paham tersebut.

Saat ini, pesantren-pesantren salaf (tradisional) NU yang tersebar di berbagai daerah terus melakukan pembibitan untuk memenuhi kebutuhan keagamaan masyarakat. Pada saat yang sama, sejumlah pesantren modern milik ormas ini juga menggembleng generasi Islam untuk memenuhi kebutuhan kebangsaan.

“Keimanan yang tinggi mesti diimbangi dengan wawasan kelimuan yang tinggi pula. Ini yang selalu ditekankan pesantren-pesantren NU kepada para santrinya supaya mereka tidak terseret ke dalam pemahaman radikalisme dan liberalisme yang tak terkendali,” kata Chalil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement