Ahad 25 Jan 2015 15:53 WIB

Soal KPK-Polri, Pemerintah Diminta Tegas

Rep: c08/ Red: Agung Sasongko
 Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto keluar gedung Bareskrim Mabes Polri seusai menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (24/1).  (Antara/M Agung Rajasa)
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto keluar gedung Bareskrim Mabes Polri seusai menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta, Sabtu (24/1). (Antara/M Agung Rajasa)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Front Pembela Islam Ja'far Sodiq menyayangkan kekisruhan yang terjadi antara institusi Polri dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Seharusnya, antara sesama lembaga penegak hukum di Indonesia saling menguatkan dan tidak saling melemahkan seperti yang terjadi saat ini.

“Kalau salah satu saling melemahkan atau dilemahkan, ini berbahaya bagi penegakan hukum Indonesia,” kata Ja’far kepada Republika Online, Ahad (25/1).

Ja'far menilai, kekisruhan antara Polri dan KPK ini muncul karena pemerintah tak lagi mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengambil keputusan. Dalam hal ini, ia merujuk kepada Presiden Joko Widodo yang mengajukan kandidat Polri tanpa mengajak KPK untuk memberikan pendapat.

“Kalau mereka (pemerintah) sesuai dengan nawa cita yaitu musyawarah mufakat, tidak akan begini. Tidak akan ada yang marah-marah dan saling serang,” ujar dia.

Ja’far pun kemudian mengingatkan Indonesia harus konsisten sebagai negara pancasila yang mana pada sila keempat, disimpulkan bahwa keputusan sebaiknya diambil dengan musyawarah. Sementara, dalam mengusung nama kandidat Polri. Ja’far melihat presiden tidak bisa hanya dengan mengandalkan atas nama hak prerogratif presiden.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement