Senin 22 Dec 2014 20:13 WIB
RUU Perlindungan Umat Beragama

Susun RUU PUB, Kemenag Harus Proaktif Mendengar

Rep: c01/ Red: Agung Sasongko
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) menghimbau agar penyusunan Rancangan Undang-undang Perlindungan Umat Beragama (RUU PUB) dilakukan secara berimbang. HTI juga berharap agar Kementerian Agama melakukan pendekatan secara khusus kepada tiap kelompok untuk mengetahui aspirasi mereka.

"Proaktif mendengar dan jangan mengambil 'posisi' sejak awal," terang Juru Bicara HTI Ismail Yusanto pada ROL, Senin (22/12).

Ismail menyatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin harus secara proaktif mendengarkan aspirasi berbagai kelompok keagamaan. Hal ini bertujuan agar Menteri Agama dapat mengetahui secara persis apa yang terjadi di lapangan.

Akan tetapi, HTI menghimbau agar dialog dilakukan langsung oleh Kementerian Agama pada kelompok terkait, tidak melalui forum campuran. Ini bertujuan agar Kementerian Agama dapat menangkap aspirasi terkait apa yang tengah berkembang di masyarakat secara utuh dari masing-masing kelompok.

"Kalau memang harus sekian banyak putaran pertemuan, nggak apa-apa," lanjut Ismail.

Yang terpenting bagi HTI ialah Menteri Agama dapat memahami duduk masalah di masyarakat sebelum merampungkan penyusunan RUU PUB. Selain itu, HTI juga menghimbau agar Menteri Agama dapat bersikap netral dan tak condong pada satu kelompok saja.

Pasalnya, pembentukkan RUU PUB tidak akan berjalan lancar jika misalnya sejak awal Menteri Agama telah mengambil posisi untuk memihak pada satu sisi. Satu hal yang perlu diperhatikan ialah RUU PUB harus dapat menjadi payung hukum bagi kasus penistaan agama, jika UU Penodaan Agama (PNPS) hendak dihapus.

Ini dikarenakan UU PNPS merupakan satu-satunya payung hukum yang melindungi agama dari penistaan saat ini. Karena itu, jika RUU PUB ini dibuat untuk menggantikan UU PNPS, maka poin-poin yang diatur dalam UU PNPS harus tercantum dalam RUU PUB.

"Jika UU PNPS jadi dicabut dan RUU PUB tak mencakup apa yang diatur dalam UU PNPS, maka publik tidak lagi punya jalur hukum untuk menyelesaikan persoalan penistaan agama," jelas Ismail.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement