Senin 22 Dec 2014 05:23 WIB

Abdullah Delancey, Berawal dari Iman Buta (1)

Rep: c70/ Red: Damanhuri Zuhri
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).
Foto: kaligrafibambu.com
Dua Kalimat Syahadat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,

Delancey menemukan ketenangan dalam Islam

Namanya Abdullah Delancey. Ia berasal dari Kanada. Sehari-hari, pria ini bekerja sebagai perawat di salah satu rumah sakit setempat. Sebelum menjadi Muslim, Delancey merupakan penganut Kristen Protestan.

Sejak kecil, ayah tiga orang anak ini selalu meluangkan waktu ke Gereja Pantekosta. Kebiasaannya ini ia pertahankan hingga dewasa. Ia sempat pindah ke Gereja Baptis Independen.

Sebagai penganut Kristen yang setia, Delancey selalu terlibat dalam agenda-agenda gereja. Setiap Ahad, ia menyempatkan diri memberikan ceramah untuk sekolah Minggu.

Ia aktif di segala macam kegiatan gereja lainnya. “Aku benar-benar ingin mendedikasikan diri kepada Tuhan dan berambisi menjadi menteri,” kata Delancey seperti dilansir dari On Islam.

Namun sebenarnya, ia juga bercita-cita menjadi pendeta. Tapi, menurutnya, dengan memegang jabatan menteri, ia dapat lebih berguna untuk gereja dan kehidupan masyarakat luas.

Karena keinginannya yang sangat kuat, ia sempat berencana mengikuti sekolah Alkitab. Namun ia berpikir, akan lebih baik jika ia mempelajari Kristen lebih mendalam, bukan hanya sebagai agama.

Ia pun mempunyai sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan keimanan dan doktrin agamanya. Di antaranya, mengapa Tuhan membutuhkan seorang anak dan mengapa pengorbanan manusia seperti Yesus, tertera dalam Alkitab. “Aku mempertanyakan Trinitas,” ujar Delancey.

Ia juga merenungkan pertanyaan, bagaimana semua orang yang dikatakan benar dalam Perjanjian Lama, kelak akan diselamatkan di surga. Rentetan jawaban yang ia terima dari agamawan Kristen, tak pernah memuaskan kegamangannya. Terhenti pada doktrin-doktrin teologis.

Ia menentang semua alasan yang menurutnya benar-benar melampaui pemikiran logis. Mengapa Tuhan memberi kita otak yang indah. Namun tak digunakan untuk memikirkan itu, bahkan berhenti pada satu hal yang tak masuk akal.

Hanya tentang isu-isu teologis. “Agama yang aku anut dulu hanya menuntut iman. Tapi, itulah iman buta,” kata Delancey.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement