Ahad 07 Dec 2014 01:17 WIB

Umat Islam tak Perlu Radikal Kritik Negara

Rep: c 14/ Red: Indah Wulandari
Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan keynote speaker saat simposium yang diadakan oleh KAHMI di Jakarta, Selasa (16/9). ( Republika/ Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Ketua MK Hamdan Zoelva memberikan keynote speaker saat simposium yang diadakan oleh KAHMI di Jakarta, Selasa (16/9). ( Republika/ Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR--Kementerian Agama RI bekerja sama dengan Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar acara pendidikan hak konstitusional warga negara bagi pimpinan pesantren se-Indonesia agar memahami kedudukan umat Islam secara konstitusional.

Ketua MK Hamdan Zoelva menekankan pentingnya umat Islam untuk memahami hak mereka dalam mengoreksi pemerintah melalui jalan demokratis maupun konstitusional. Sebab, menurutnya, pemerintah pun bisa jadi berpeluang melanggar konstitusi.

“Melalui jalan demokratis saja, seperti pemilihan umum, umat Islam memiliki modal kuat sebagai mayoritas warga negara Indonesia. Namun, hal ini tidak efisien karena mesti menunggu selang waktu lima tahun untuk mengoreksi jalannya pemerintah,” jelasnya, Sabtu (6/12).

Ia pun mempersilakan warga negara mengoreksi pemerintah melalui gugatan ke MK. “Maka tidak perlu umat Islam Indonesia memakai jalan kekerasan, termasuk pemikiran radikal atau ekstremis,” ujar Hamdan.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berharap, umat Islam Indonesia lebih siap dalam menghadapi tantangan global yang kian terasa mengancam keutuhan Indonesia sebagai negara multiagama dan multibudaya.

“Salah satu bentuk ancaman dari luar itu adalah pemikiran dan sikap ekstrem keagamaan,” ujar Menag.

Lukman Hakim mencontohkan, gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS) yang mudah mengafirkan atau memurtadkan pihak lain karena alasan yang kurang berdasar.

Sehingga, kata Menag, Indonesia mesti siap membentengi seluruh warga negaranya agar sendi bernegara tidak lumpuh serta memunculkan perpecahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement