Selasa 25 Nov 2014 05:27 WIB

Alwi Sihab Ulas Musik Sunah Hingga Haram

Presiden SBY menyematkan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Alwi Shihab di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/10).
Foto: Antara
Presiden SBY menyematkan Bintang Mahaputera Adipradana kepada Alwi Shihab di Istana Negara, Jakarta, Senin (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di kalangan ulama, muncul dua paham dalam menyikapi persoalan musik. Ada yang membolehkan, ada pula yang melarang. Ustaz Alwi Shihab membuka diskusi terkait perdebatan tentang musik.

"Bagaimana Islam memandang musik? Jalaludin Rumi berkata: terdapat aneka ragam jalan menuju Tuhan, pilihanku adalah musik dan tari," katanya melalui akun Twitter, @ShihabAlwi. "Pendapat ini ditimpali Ibn Arabi yang menyebutkan bahwa mendengarkan musik dapat mengantar kepada suatu pengalaman spiritual."

Alwi kemudian mengutip pendapat ulama terkemuka Al Ghzali. "Sedang Imam Ghazali berpendapat: hati, lubuk pemikiran, nyanyian dan ekstase (tenggelam dalam ketaksadaran karena mengingat Allah adalah rahasia2 bernilai tinggi, bagaikan benda2 yang terpendam. Serupa air yg tersembunyi di bawah tanah atau api di dalam batu," katanya.

"Tiada cara menggalinya kecuali melalui musik dan nyanyian. Dan tiada jalan menembus hati kecuali melalui telinga," imbuh Alwi.

Mantan menteri luar negeri tersebut menyatakan, musik merupakan sarana penyucian jiwa dan pengenalan unsur rohani dari seseorang. Untuk itu, kata dia, musik mendapat penekanan khusus oleh kalangan sufi.

"Menurut Ikhwan al- Safa, jiwa manusia akan terangkat tinggi menjulang ke alam ruhani ketika ia mendengar melodi yang indah," ujarnya. "Bagi kaum sufi, musik yang bernilai agung diberi nama sama' (bahasa Arab, berarti mendengar) agar tidak mengaburkan dengan musik biasa."

Saudara kandung Quraish Shihab ini menjelaskan sejarah musik yang berasal dari kata Yunani yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab menjadi musiqa.

"Perdebatan dalam masalah musik di kalangan Islam berkisar pada definisi serta penggunaan kata. Pembacaan kitab suci dgn lagu yg merdu, azan, takbir hari raya, talbiah haji, serta pujian kepada Nabi yg diiringi alunan suara indah dan syahdu, tdk masuk dlm kategori musiqa." Alwi melanjutkan, "Kesemua itu masuk kategori qiraah, takbir, atau madih yang mendandung elemen suci."

Lalu, sambung Alwi, bagaimana dengan lagu-lagu yangtidak mengandung elemen suci yang tergolong dalam kategori musiqa? Mantan menteri koordinator kesejahteraan rakyat itu menyatakan, ulama membaginya kepada beberapa kategori yang mencakup spektrum luas. Dimulai dengan larangan (haram) sampai dengan anjuran (sunnah).

"Larangan terhadap musik hanya tertuju pada kategori musik yang diangap menimbulkan kegirahan sensual jasmani yang sering ditautkan dengan hambatan mengingat Tuhan. Mengeni jenis musik ini, ulama menempuh cara preventif sehingga cenderung keras dalam melarangnya. Adapula yang longgar dengan menekankan kepada anjuran menahan diri," kata Alwi.

Alumnus Universitas Al Azhar, Kairo itu menyebut, adapun contoh yang dianjurkan atau sunnah adalah lagu-lagu mars militer untuk membangitkan semangat juang di jalan yang benar, seperti melawan penjajah. "Musik dalam upacara keluarga (pernikahan, khitan dll) tidak ada keraguan atas kewajarannya (halal)," katanya.

"Bahkan ada yang berpendapat bahwa Nabi membenarkan dengan anjuran tersirat untuk menghargai adat serta kebudayaan bangsa2 dunia." Dia melanjutkan, Sayyed "Hosein Nasr berkata: Jika datang padamu seseorang yang berucap 'Saya seorang Muslim yg patuh, saya tahu bahwa musik terlarang (haram)'."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement