Senin 04 Nov 2013 07:20 WIB

Pengelola Zakat Harus Saling Koordinasi

Rep: Amri Amrullah/ Red: Didi Purwadi
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Undang-Undang (UU) Pengelolaan Zakat no. 23/2011 direvisi Mahkamah Konstitusi (MK), publik semakin bebas mengelola dan menyelenggarakan zakat dari dana muzakki. Kebebasan publik mengelola zakat ini memberikan dampak positif dan juga dampak negatif bagi aktivitas pengumpulan dan penyaluran zakat.

Menurut Ketua Forum Zakat (FOZ), Sri Adi Bramasetia, setelah revisi UU Pengelolaan Zakat setidaknya antar lembaga amil zakat (LAZ) dan badan amil zakat (BAZ) harus memperkuat koordinasi program zakatnya.

Hal itu dikarenakan, usai revisi UU ini penggiat-penggiat zakat di tanah air lebih bergairah melakukan aktivitasnya. Disebabkan pengelola zakat perseorangan maupun lembaga memiliki kepastian hukum pengelolaan zakat.

Namun di sisi lain, bertambah banyaknya berbagai LAZ dan BAZ bisa berdampak tidak baik, yakni lemahnya pengawasan profesionalisme dan akuntabilitas lembaga zakat.

"Untuk itu, dibutuhkan sebuah koordinasi yang lebih terintegratif agar menjaga profesionalisme dan akuntabilitasnya," ujar Sri Adi kepada Republika Online (ROL).

Pengawasan Zakat

Beberapa catatan dari MK untuk menjaga akuntabilitas dan profesionalisme LAZ dan BAZ perseorangan atau masjid-mushola, perlunya pengawasan dari masyarakat dan melakukan pelaporan keuangan kepada pihak yang berwenang.

Sedangkan, bagi lembaga amil zakat (LAZ) swasta besar, secara administratif melakukan pelaporan keuangan ke Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).

Secara teoritif, menurut dia, LAZ memang perlu memiliki pengawas. Apabila dilihat dari sisi adminitratif, Baznas memiliki kewenangan itu.

Akan tetapi, ini masih menjadi perdebatan bahwa hubungan LAZ dan Baznas bukanlah hubungan struktural layaknya seperti Bank Indonesia (BI) yang mengawasi bank-bank di Indonesia.

"Sebenarnya revisi UU zakat ini bukanlah menghadap-hadapkan antara Baznas dengan LAZ. Akan tetapi perlu kesepahaman apakah Baznas berfungsi sebagai operator atau hanya sebatas regulator seperti layaknya fungsi BI tadi," ujarnya.

Untuk itulah, kata dia, sementara ini fungsi koordinasi LAZ dilakukan oleh FOZ yang mewakili berbagai pengelola LAZ.

Wakil Sekretaris Baznas, M. Fuad Nasar, mengatakan pengawasan dalam pengelolaan zakat tidak cukup hanya pengawasan dari masyarakat  saja. Akan tetapi, diperlukan pengawasan pemerintah secara efektif dan menyeluruh. Terutama terkait dengan audit syariah dan audit keuangan atas laporan pengelolaan zakat oleh LAZ maupun Baznas.

Ia mengingatkan, pasca keluarnya putusan MK yang merevisi tiga pasal dalam UU no.23/2011 Pengelolaan Zakat, yakni pasal 18 ayat (2), pasal 38 dan pasal 41. Peran Baznas sebagai koordinator pengelolaan zakat tetap berjalan dan begitu juga fungsi regulator yang dilaksanakan Kementerian Agama sesuai peraturan perundang-undangan.

Pengelolaan Zakat

Menurut dia, saat ini memang perlu diatur mekanisme  pelaporan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh  perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama) atau pengurus/takmir masjid/mushalla. Terutama mereka yang tidak berbadan hukum di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh  BAZ dan  LAZ.

"Pengaturan perlu dengan regulasi di bawah undang-undang agar pengelolaan zakat tetap terintegrasi dalam satu kesatuan sistem (unified system)," jelasnya.

Fuad pun memiliki pemahaman serupa bahwa inti permasalahan zakat yang terjadi sebetulnya bukanlah soal kelembagaan antara pemerintah dan swasta.

Akan tetapi, bagaimana zakat yang dihimpun oleh Baznas, LAZ dan BAZ bisa dioptimalkan karena hasil pengumpulan masih jauh di bawah potensi yang ada dan tersurvei. Ini terlihat bagaimana belum meratanya akses fakir miskin terhadap zakat yang dihimpun oleh berbagai lembaga zakat.

Yang penting sekarang, terang dia, adalah semua lembaga zakat dan setiap orang yang bertindak sebagai  amil zakat harus menyadari bahwa uang zakat yang dikelolanya adalah milik mustahik yang tidak bisa digunakan semaunya dan hati-hati dengan hak orang miskin.

Disinilah pentingnya akuntabilitas pengelolaan zakat baik dari sisi syariah, keuangan, maupun etik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement