Ahad 10 Feb 2013 19:28 WIB

Sang Muadzin Masjid Itu Telah Pergi

Rep: Ita Nina Winarsih / Red: Citra Listya Rini
muadzin (ilustrasi)
muadzin (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Tak ada firasat buruk apapun yang dirasakan keluarga, Dian Wirdaya (35 tahun) ayah kandung Muhammad Rizal Setiawan (sembilan tahun). Tapi kini, Dian harus kehilangan putra semata wayangnya itu. Sebab, Rizal merupakan salah satu korban dari empat siswa SDN Bhineka, yang meninggal akibat tertabrak Kerata Api Ekspress Jakarta-Cirebon, Sabtu (9/2).

Kepada Republika, Dian Wirdaya menuturkan, Rizal itu anak satu-satunya hasil pernikahannya dengan Nurhayati (28 tahun). Tiga tahun pertama mereka menikah, Allah SWT belum memberikan keturunan. Tepat, pada tahun keempat, Nurhayati mengandung bayi. Bayi laki-laki itu, diberi nama Muhammad Rizal Setiawan.

Kehadiran Rizal, seolah-olah jadi matahari di tengah keluarga kecil ini. Demi Rizal, Dian Wirdaya atau yang akrab disapa Wirda ini, rela banting tulang mencari nafkah. Begitu pula dengan ibu kandungnya, Nurhayati. Dia rela menjadi TKI ke Arab Saudi, sejak tiga tahun terakhir, demia membahagikan anak satu-satunya tersebut. 

Sepeninggal Nurhayati ke Arab Saudi, Wirda mempercayakan pengasuhan Rizal ke orang tuanya. Anak yang gemar mengaji ini, akhirnya di asuh nenek dan kakeknya, Wawang (52 tahun) dan Daja (57 tahun) di Desa Pringkasap, Kecamatan Pabuaran.

Meskipun diasuh di neneknya, setiap hari Rizal selalu menjumpai Wirda di bengkel las milik keluarga, di Kampung Cigoong RT 12,04, Desa Karanghegar, Kecamatan Pabuaran. Apalagi, bengkel las tersebut lumayan dekat dengan sekolah Rizal.

Sebelum maut menjemput Rizal, lanjut Wirda, atau tepatnya pada Sabtu sekitar pukul 06.30 WIB, Rizal menemuinya di bengkel. Anak tersebut, membangunkan Wirda hanya untuk dipakaikan sabuk yang terbuat dari kain berwarna putih. Sebab, sabuk yang biasa dipakainya ke sekolah, tertinggal di rumah neneknya.

Permintaan anaknya itu akhirnya dituruti Wirda. Tanpa punya perasaan apapun, dia melepas kepergian anaknya yang diantar kakeknya ke sekolah. Namun, sekitar pukul 10.00 WIB, Wirda mendapat telepon dari salah seorang kerabatnya.

Kabar tersebut sangat mengejutkan. Karena, kerabatnya itu mengatakan ada tiga anak SDN Bhineka yang tertabrak kereta api. Seketika, Wirda langsung lemas. Tapi, dia tidak curiga kalau yang jadi korban adalah anaknya. 

Dia pun langsung datang ke lokasi kejadian. Tujuannya, hanya untuk mencari Rizal. Saat ditanya ke sana ke mari, tak ada yang tahu di mana Rizal berada. Ada kabar, anak tersebut telah pulang. Wirda menyusulnya ke rumah orang tuanya. Ternyata, hasilnya nihil.

Karena penasaran, Wirda mencari Rizal. Dia bersama warga menyusuri rel kereta api. Sekitar 500 meter dari lokasi kejadian, Wirda menemukan bagian tubuh anak-anak yang ada sabuk warna putihnya. Melihat sabuk itu, dia merasa yakin kalau itu jasad anaknya.

"Ya Allah, saat melihat sabuk itu dunia saya serasa gelap," tuturnya dengan nada yang masih berat.

Dengan sekuat tenaga, Wirda berupaya mengumpulkan jasad anaknya yang hancur. Kematian Rizal, membuatnya tak berdaya. Dunianya seakan runtuh. Apalagi, Rizal itu anak satu-satunya. Di tambah lagi, isterinya Nurhayati hingga kini belum mengetahui kalau anaknya sudah tiada.

Sabtu (9/2) sore, jasad Rizal akhirnya bisa dimakamkan. Kini, Wirda tak lagi bisa melihat keceriaan anaknya. Wirda juga tak bisa lagi mendengar suara bagus Rizal, saat mengumandangkan adzan maghrib di masjid kampungnya. Sang muadzin itu telah pergi untuk selama-lamanya. 

"Keluarga, guru sekolah, guru ngaji dan teman-temannya sangat kehilangan Rizal," tuturnya.  

Sementara itu, Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasional 3 Cirebon, Sapto Hartoyo, mengatakan, 200 meter dari lokasi tertabrak memang ada pekerjaan pengelasan sambungan rel. Kegiatan itu, sudah berlangsung sejak 4 Februari, dan rencananya akan selesai 12 Februari mendatang.

"Peristiwa maut itu, bukan semata-mata kesalahan masinis," ujar Sapto.

Sebab, merujuk pada UU 23/2007 tentang Perkereta Apian pasal 38, bahwa ruang manfaat jalan KA diperuntukan bagi pengoperasian KA dan merupakan daerah yang tertutup untuk umum. Seharusnya, anak-anak tersebut tidak bermain-main disekitaran trek kereta. 

Untuk meminimalisasi kejadian serupa, pihaknya menghimbau kepada masyarakat yang beraktivitas di seputaran rel KA guna waspada. Karena, pengereman KA memerlukan waktu dan luncuran yang jauh. Dalam arti, bila KA datang dengan kecepatan 90 km/jam akan bisa berhenti ketika direm sejak 600 meter sebelumnya. Jadi, pengereman laju kereta ini tak bisa mendadak.

"Jadi, kami minta supaya warga yang melintasi rel agar lebih berhati-hati lagi," paparnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement