Senin 24 Sep 2012 22:02 WIB

Muhammadiyah Dukung Protokol Anti-Penistaan Agama

Rep: Indah Wulandari/ Red: Chairul Akhmad
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Agung Supri
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dukungan terhadap penyampaian Protokol Anti Penistaan Agama juga mengalir dari kalangan Muhammadiyah. Protokol tersebut dinilai menjadi solusi menghindari penodaan sebuah negara atas nama agama.

"Saya mendukung adanya protokol PBB tentang penghinaan agama. Sudah pernah disuarakan sebelumnya bahwa jalan terbaik untuk menghindari dan mengatasi penghinaan terhadap suatu agama adalah adanya konsensus internasional atau protokol PBB," ujar Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, Senin (24/9).

Terkait isinya, dia menginginkan ketegasan bahwa masyarakat dunia harus membangun multikulturalisme dengan menghargai perbedaan atas dasar agama, ras, dan budaya. Lalu, segala bentuk penghinaan agama juga harus dimasukkan dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia (HAM). 

"Di sisi lain juga freedom of [removed]kebebasan berekspresi) harus disertai tanggung jawab. Sehingga jika terjadi pelanggaran terhadap dua poin sebelumnya bisa masuk subyek pengaduan ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat kemanusiaan," papar Din.

Penilaian serupa dilontarkan pengurus PP Muhammadiyah lainnya, Dr Anwar Abbas. Penulis buku “Cita dan Citra Muhammadiyah” ini melihatnya sebagai kontribusi positif Indonesia bagi perdamaian dunia.

"Rencana Presiden SBY ini sebuah ide yang bagus. Kalau ini berhasil, Indonesia telah memberikan kontribusi yang positif bagi terciptanya perdamaian dunia," terang Anwar.

Keberhasilan itu dilihatnya karena ada upaya memadamkan salah satu sumber konflik dan kerusuhan yang selama ini telah menghiasi berbagai belahan dunia. Dengan adanya usul Indonesia yang akan disampaikan di forum Sidang Umum PBB, imbuh Anwar, berarti Indonesia telah mengajari dunia—terutama negara maju—tentang perlunya etika dan akhlak dalam kehidupan bersama.

"Pesannya, jangan korbankan hati dan perasaan orang lain dan atau orang banyak untuk kebebasan dan kepuasan orang seorang dan kelompok. Kebebasan harus menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Bumi ini milik kita bersama," tegas Anwar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement