Senin 30 Jan 2012 23:58 WIB

Mengenang Dakwah Tauhid Bang Imad (bag 2-habis)

Rep: c29/ Red: Heri Ruslan
Muhammad Imaduddin Abdulrahim
Foto: blogspot.com
Muhammad Imaduddin Abdulrahim

REPUBLIKA.CO.ID, Bang Imad juga merupakan salah satu tokoh yang merintis lahirnya Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Anggota DPD RI AM Fatwa mengatakan, kehadiran ICMI pada 1990 di Malang Jawa Timur tidak bisa dilepaskan dari jerih payah mantan akademisi ITB tersebut. Meski dimasukkan dalam daftar hitam oleh penguasa Orde Baru, Bang Imad ternyata mampu melakukan pendekatan dengan BJ Habibie yang sangat dekat dengan Presiden Soeharto pada masa itu.

Menurut Fatwa, Bang Imad bisa dikelompokkan sebagai seorang ideolog yang sangat rasional. Kriteria  ini dapat dibuktikan dari pikiran-pikirannya mengenai keislaman yang dibukukan dalam Kuliah Tauhid dan Islam, Sistem Nilai Terpadu. Dalam karyanya tersebut, tampak dengan jelas bahwa Bang Imad memiliki keyakinan yang sangat kuat dengan kesempurnaan Islam. Baginya, hanya Islam yang mampu mengantarkan manusia kepada kesempurnaan diri sebagai makhluk Allah.

Menurut Bang Imad, Islam menawarkan suatu sistem hidup yang berlaku universal. Walaupun setiap pikiran, ucapan dan langkahnya selalu dilandasi dengan dalil-dalil, baik yang berasal dari Alquran maupun Hadits, Bang Imad tidak lantas kehilangan rasionalitasnya. Karena bagi dia rasionalitas adalah sunnatullah yang bersifat tetap (excact), tidak pernah berubah, objektif dan universal.

Mengenai sunnatullah ini, Bang Imad pernah memberikan semacam ilustrasi. Ada sebuah masjid yang memiliki menara tinggi, namun tidak diberi penangkal petir. Masjid ini dibangun dengan penuh keikhlasan dan selalu dipenuhi oleh jamaah yang khusyu beribadah kepada Allah SWT. Saat petir menyambar, menara itu bisa dipastikan terkena sambaran karena tidak memiliki penangkal petir.

Hal sebaliknya, sebuah bangunan kasino yang menjulang tinggi dan dilengkapi dengan penangkal petir, tidak akan terkena sambaran. Inilah yang dikatakan Bang Imad, sunnatullah itu bersifat objektif dan universal. Tanpa pilih kasih. Siapa pun yang melanggarnya dengan alasan apa pun, akan terkena hukuman-Nya. Termasuk karena kebodohan dan kealpaan.

 “Bagi saya, Bang Imad merupakan sosok intelektual yang mampu memadukan firman-firman Allah dengan fenomena alam secara rasional, objektif dan universal.” ujar Fatwa. Hal inilah yang membuat Bang Imad sangat menghormati perbedaan agama, meski pun di satu sisi dia sangat fanatik dengan aqidahnya sebagai seorang Muslim.

Tokoh Sekolah Teknik Elektro dan Informatika (STEI) ITB Sudjana Sapiie menuturkan, Bang Imad adalah sosok yang melakukan tugas sesuai dengan keyakinannya, sehingga Bang Imad tidak lagi memikirkan apa konsekuensi yang akan dihadapinya. Bang Imad pun selalu konsisten dengan pemikirannya tanpa menyalahkan rekan-rekan di sekitarnya. Ini dikarenakan Bang Imad senantiasa menggali keislaman melalui pendekatan ilmiah. Begitu juga sebaliknya, dia pun menelaah sains dengan pendekatan tauhid.

Dalam kesempatan terakhir semasa hidupnya, Bang Imad pernah memberikan ceramah di ITB. Konsep Islam secara ilmiah mampu dijabarkannya dengan begitu apik. Dia mencita-citakan terbentuknya penganut Islam yang percaya diri. Yang dapat berdiri tegak dalam peradaban modern di mana pun, dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan Hadits. Hal itu tentu saja melalui pendekatan ilmiah dalam Islam yang diamalkan secara total. “Bagi Imad sudah jelas, Islam dan sains itu menyatu.” ujar Sudjana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement