Kamis 09 Dec 2010 00:00 WIB

Mengungkap Maraknya Pemurtadan di Bandung

Rep: Mohammad Ilyas/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,Masalah pemurtadan hampir tak pernah usai dari kehidupan umat Islam. Ia selalu mengganggu umat Islam. Padahal, juru dakwah (Dai) umat Islam sendiri tak pernah berdakwah terhadap orang non-Islam. Mereka hanya menyampaikan di majelis ta’lim, masjid, dan atau mushalla saja yang memang audiennya sudah Muslim.

Sementara non-Muslim terus gencar berupaya merombak akidah umat Islam agar berpindah ke akidah yang mereka anut. Berbagai cara mereka lakukan, agar misi pengalihan akidah berhasil. Di Bandung, sejak beberapa tahun terakhir ditemukan sedikitnya 90 titik pemurtadan. Mengapa ini terjadi? Berikut petikan wawancara Moh Ilyas, wartawan Republika, dengan Ketua Forum Ulama Umat Islam, KH Athian Ali, seorang ulama yang memang konsen memerhatikan masalah pemurtadan di Jawa Barat, khususnya di Bandung.

Kenapa pemurtadan marak?

Karena mereka memang punya target agar Jawa Barat dan Banten merupakan barometer untuk melangkah ke daerah-daerah lain. Mereka punya target di setiap desa di Jawa Barat harus ada minimalnya satu gereja. Jadi sampai kapan pun, jika misi ini belum selesai, pasti aksi pemurtadan ini akan terus marak.

 

Kenapa mereka begitu aktif melakukan pemurtadan?

Ya, di samping memang sudah dijelaskan dalam Alquran, bahwa Yahudi dan Nasrani (Kristen) tidak akan pernah rela, sehingga orang-orang Islam mengikuti agama mereka, juga ada alasan lain, yaitu masing-masing pelaku pemurtadan itu juga mendapatkan jatah bayaran per orang jika berhasil memurtadkan. Bahkan, jika memurtadkan satu orang saja, mereka bisa mendapatkan bayaran hingga Rp 10 juta. Ini cerita dari mualaf  yang dulunya pernah melakukan aksi pemurtadan.

Bagaimana mereka melakukan pemurtadan?

Banyak cara yang mereka lakukan, mulai dari pemberian sembako, pemberian beasiswa, melakukan pemberdayaan masyarakat, seperti membuka koperasi beras, membangun peternakan domba, hingga pengalihan bangunan menjadi tempat ibadah. Biasanya, dari hasil laporan masyarakat, yang mereka datangi pertama adalah pimpinan-pimpinan daerah, seperti Camat dan Lurah.

Mereka terkadang sudah membuat perjanjian dan kesepakatan tertentu dengan pimpinan daerah tersebut, sehingga yang seringkali terjadi bentrok antara warga dengan lurah maupun camatnya. Kalau sudah begitu, diakal-akalinlah, misalnya lurah mengadakan musyawarah dan diberi daftar hadir. Nantinya, daftar hadir yang sudah berisi tandatangan tersebut diganti judul, semisal dibuat seperti kesepakatan warga untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan (IMB).

Di mana saja 90 titik?

Jumlah itu hanya dari hasil temuan kami di FUUI. Sebenarnya, saya sendiri yakin tidak hanya 90 titik di Bandung. Apalagi sekarang sudah ada Bandung Barat.

Bagaimana FUUI mencium adanya pemurtadan?

Biasanya, kami dapat mencium adanya pemurtadan jika sudah ada tindakan-tindakan aneh yang dilakukan seseorang. Misalnya, kalau butuh beasiswa datang ke tempat A. Lalu melakukan investigasi. Selain itu misalnya penyebaran brosur atau buletin. Kami juga sudah meletakkan 41 dai di daerah-daerah di Jawa Barat yang dapat memantau terus adanya aksi pemurtadan.

Siapa saja pelaku itu?

Kalau pelakunya sudah pasti missionaris dan orang-orang gereja. Hanya terkadang juga ada aksi yang perlu diwaspadai yang dilakukan oleh orang yang berbaju Islam, seperti paham liberalisme dan sekulerisme.

Mengapa umat mudah dimurtadkan?

Sebenarnya tidak mudah. Kebanyakan yang berhasil dimurtadkan karena tidak mengerti apa-apa. Iman mereka terlalu lemah. Meskipun demikian, kebanyakan yang mereka sentuh bukan ajarannya, tapi kebutuhan ekonominya. Seperti diberi beasiswa, didanai dengan alasan kemanusiaan.

 

Apa rendahnya pemahaman agama bisa jadi membuat umat menjadi murtad?

Ya. Rasul mengatakan, yang paling saya takutkan dari umatku ketika mereka mengidap penyakit Wahn. Sahabat bertanya, apa Wahn itu, Nabi menjawab, cinta dunia dan takut mati. Jadi, mereka lemah iman, sehingga ketika ada iming-iming sedikit, mereka langsung pindah akidah. Sebenarnya, banyak juga orang yang agamanya kuat, tapi juga bisa lumpuh oleh kekuatan ekonomi.

Adakah langkah hukum mengatasi pemurtadan?

Sebenarnya Surat Peraturan Bersama (SPB) dua menteri sudah cukup. Sebagian Umat Islam mendesak agar SPB dijadikan UU agar punya payung hukum. Sementara oleh mereka (Kristen) peraturan ini tidak hanya dilanggar, tapi diinjak-injak. Mereka sama sekali tidak peduli dengan aturan itu.

Bukankah menyebarkan agama pada orang yang sudah beragama dilarang UU?

Nah itu dia. Di SPB 2 Menteri kan juga dijelaskan bahwa tidak boleh menyebarkan agama pada orang yang sudah beragama. Mereka tidak mau tahu aturan ini. Padahal, lahirnya SPB ini karena adanya benturan yang terjadi di masyarakat. Aturan ini berlaku tidak hanya untuk agama tertentu, tetapi semua warga negara Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement