Jumat 14 Mar 2014 08:49 WIB

Makanan Halal Kini Favorit di Inggris (Bagian-1)

Ibu dan Bayi Muslim Inggris.
Foto: Youtube
Ibu dan Bayi Muslim Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti

Kebutuhan akan makanan halal kini tak hanya menjadi kebutuhan umat Islam di negara-negara dengan mayoritas berpenduduk Muslim.

Sejumlah negara yang terkenal dengan sekularismenya pun kini semakin menggeliat untuk mendapatkan makanan halal.

Makanan halal tersebut, tidak hanya untuk kalangan umat Islam, kalangan non-Muslim pun juga menjadikannya sebagai kebutuhan primer.

Terkait hal itu, Shazia Saleem, seorang Muslim keturunan Pakistan yang kini bermukim di London, Inggris, tergerak untuk menyediakan makanan halal, baik bagi komunitas Muslim maupun kalangan non-Muslim.

“Ketika saya masih kuliah, sebagian besar teman-teman saya adalah non-Muslim. Ketika kami pergi ke supermarket bersama-sama, mereka semua memasukkan banyak makanan lezat ke dalam troli,” ujar Shazia Saleem, sebagaimana dikutip BBC, Rabu (19/2).

Ia hanya mengambil keju, pastel bawang, dan sandwich tuna. Ia juga menginginkan pai kambing. Namun, ia tak berani memasukkannya ke dalam troli karena ragu akan kehalalannya. Akibatnya, ia kerap ditertawakan rekan-rekannya. Peristiwa itu sering kali berulang.

Apalagi, dia semakin kesulitan menemukan makanan halal. Kalaupun ada, itu hanya didapatkan dalam kari. “Saya tahu banyak Muslim di Inggris juga merasa frustrasi karena tidak dapat membeli makanan asli Inggris yang halal,” ujarnya.

Karena itu, ia pun mencoba mempelajari kebiasaan rekan-rekannya. Ia terus mendalami maksud halal yang diterangkan dalam Alquran.

Ia mendapatkannya, yakni halal berarti dibolehkan, namun tidak untuk daging babi, anjing, alkohol, atau sejumlah hewan dan barang yang dilarang syariat.

Berangkat dari peristiwa yang ia alami dan keinginan untuk memberi kemudahan bagi umat Islam di Inggris, Shazia mendirikan Ieat, sebuah perusahaan yang bergerak dalam penyediaan makanan cepat saji. Perusahaan ini resmi ia luncurkan pada Oktober 2013. “Bisnis saya terlahir dari rasa lapar,” terangnya.

Shazia menghabiskan enam tahun untuk mengasah keahlian bisnisnya. Dia belajar inovasi terkait ritel makanan dan penguatan brand pada sejumlah perusahaan yang terus berkembang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement