Kamis 03 Jan 2013 19:02 WIB

Moro, Rohingya, dan Pattani (1)

Rep: Afriza Hanifa/ Red: Chairul Akhmad
Muslim Moro saat berunjukrasa menuntut keadilan di Ibukota Filipina, Manila.
Foto: AP Photo/Bullit Marquez
Muslim Moro saat berunjukrasa menuntut keadilan di Ibukota Filipina, Manila.

REPUBLIKA.CO.ID, Tak hanya di Malaysia dan Brunei, kesultanan Islam yang besar juga muncul di Filipina, yakni Kesultanan Maguindanao dan Sulu.

Ketika Spanyol hendak menduduki Filipina, mereka enggan menduduki dua kesultanan yang saat itu telah berkembang pesat.

Alhasil, dua kesultanan ini pun tak tersentuh oleh penjajahan Spanyol. Namun, dalam perkembangannya, dua kesultanan tersebut justru disatukan dengan Filipina hasil jajahan Spanyol. Sejak itu, mereka pun terdesak.

Berbeda dengan Belanda ataupun Inggris yang menjajah Indonesia untuk kekayaan, Spanyol menjajah dengan dua tujuan sekaligus, yakni memburu kekayaan dan menyebarkan agama Kristen.

Hal ini karena bangsa Spanyol mengemban asas gold, gospel, and glory dalam aksi penjajahan mereka. Dengan bersatu sebagai negara Filipina, Muslim Filipina pun terdesak dan hanya bertahan sebagai kaum minoritas di tengah mayoritas bangsa Filipina yang telah mengalami Kristenisasi oleh Spanyol.

Bangsa Moro pun, sebagai komunitas pemeluk Islam di Filipina, hanya dapat bertahan di Pulau Mindanao dan Sulu di tengah penindasan non-Muslim yang mayoritas.

Perjalanan Islam serupa juga terjadi di Myanmar. Beberapa lama ini, isu etnis minoritas Muslim Rohingya yang tertindas di Myanmar menjadi perhatian dunia. Nasib kaum Rohingya ini sangat berkaitan dengan sejarah Islam di Myanmar.

Sebagaimana Mindanao dan Sulu yang terpaksa bergabung dengan Filipina karena ulah kolonial, kawasan Arakan, tempat bermukim para Rohingya pun, disatukan dengan Burma (kini Myanmar) yang mayoritas Buddha.

Inggris lalu memberikan kemerdekaan kepada Myanmar, termasuk kawasan Arakan, pusat masuknya Islam di negeri tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement