Rabu 18 Apr 2018 15:17 WIB

Keunikan Kelompok Kajian di Masa Kejayaan Islam

Di kelompok itu, perdebatan sudah bukan hal yang aneh.

Ilmuwan Muslim.
Foto: Metaexistence.org
Ilmuwan Muslim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- George A Makdisi dalam Cita Humanisme Islam mengungkapkan, selain rumah, toko buku, dan ruang terbuka, juga banyak digunakan sebagai tempat kajian. Salah satunya, ungkap cendekiawan bernama Al Qifthi, dilakukan sastrawan penjual buku, Abdullah Al-Azdi.

Azdi memanfaatkan tokonya yang ada di Baghdad sebagai tempat membentuk kelompok kajian. Para sastrawan banyak berdatangan untuk melakukan pertemuan dan diskusi mengenai sastra. Di tempat itu, perdebatan sudah bukan hal yang aneh.

Selain itu, kajian berbagai ilmu pengetahuan dilakukan pula di ruang terbuka. Seorang ahli bahasa, Tsa'lab, sering mengajar murid-muridnya di halaman rumahnya. Saat akan bepergian, ia akan meminta cendekiawan lain, misalnya, Mubarrad Al-Bashri untuk menempati posisinya.

Bahkan, karena begitu sibuk menjalankan profesinya, seorang dokter bernama Abu Al Fadha'il, menjalankan kajian ilmu dan mengajar murid-muridnya sambil berkeliling mengunjungi para pasiennya. Ia berprinsip, kajian ilmu tetap bisa dilakukan meskipun dalam kondisi sibuk.

Al Fadha'il juga tak merasa terganggu dengan mengisi kelompok kajian itu. Ini menjadi sarana baginya untuk berbagi ilmu dengan orang-orang yang berminat mempelajari kedokteran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement