Jumat 16 Mar 2018 14:11 WIB

Metode-Metode Ushul Fikih

setiap imam menciptakan metode istinbath-nya

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Kodifikasi fatwa (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Kodifikasi fatwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Metode ijtihad menjadi semakin jelas pada masa sesudah tabiin. Masa ini dikenal sebagai era munculnya para imam mujtahid, khususnya yang empat: Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad. “Pada periode ini, metode-metode ushul fikih mencapai kesempurnaannya,” tulis Ensiklopedi Islam. Sebab, setiap imam menciptakan metode istinbath-nya (cara menarik hukum dari dalil).

Abu Hanifah atau Imam Hanafi, misalnya, membatasi dasar-dasar ijtihadnya dengan menggunakan Alquran, hadis, dan fatwa-fatwa sahabat yang disepakati. “Imam Hanafi sama sekali tak mau mengambil pendapat para tabiin karena dia berpendapat bahwa mereka (sederajat) dengan dirinya,” jelas Prof Abu Zahrah.

Selain itu, papar Prof Abu Zahrah, dalam berijtihad, Imam Hanafi menyamakan antara qiyas dan istihsan. Seorang muridnya bernama Muhammad Ibnu Hasan as-Syaibani mengatakan, “Para pengikut Abu Hanifah berbantah-bantahan dengan beliau dalam masalah qiyas. Jika beliau mengatakan ‘ber-istihsan-lah', maka tak ada seorang pun yang melanjutkan perdebatan itu.”

Berbeda dengan Imam Hanafi, Imam Maliki memiliki metode ijtihad yang jelas dengan berlandaskan pada amal (tradisi) penduduk Madinah. Hal itu dijelaskan di dalam kitab-kitabnya, risalah-risalahnya, syarat periwayatan hadis, serta kritiknya terhadap hadis, seperti yang dilakukan oleh Imam Shairafi al-Mahir.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement