Sabtu 10 Mar 2018 05:24 WIB

Syingith, Sentra Peradaban Islam

Kota ini titik transit di jalur perniagaan Gurun Sahara.

Seif Islam yang merupakan penjaga perpustakaan kuno di Kota Chingguetti, Mauritania
Foto: Micha? Huniewicz/Amusing Planet
Seif Islam yang merupakan penjaga perpustakaan kuno di Kota Chingguetti, Mauritania

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kafilah-kafilah Arab juga aktif mengembangkan dakwah Islam di Awkar. Sejarawan dari Andalusia, al- Bakri (1014-1094), memuji para Ghana dalam karyanya, Kitabul Masalik wal Mamalik. Walaupun tak beragama Islam, mereka menjalin persahabatan dengan kaum Muslimin.

Penguasa berkulit hitam ini senang dengan kehadiran orang-orang Arab. Sebab, mereka memperkenalkan alat transpor tasi yang terbilang baru bagi masyarakat Teluk Guinea: unta. Seperti diketahui, unta sangat efisien untuk menjadi kendaraan di medan yang tandus.

Seiring dengan perluasan wilayah Muslim di Afrika utara pada abad ketujuh, Kera jaan Awkar makin makmur berkat perdagang an dengan bangsa Arab. Para Ghana me nerima budaya Arab dengan tangan terbuka.

Ibu kota mereka pun dinamakan sesuai dengan bahasa Arab, Kumbi Sholih (kini de kat perbatasan Mauritania-Mali). Belasan mas jid berdiri di sana. Bahkan, mereka meng gaji para imam, kadi, dan intelektual Mus lim yang bekerja atas nama negara. Awkar telah memberi ruang bagi tumbuh nya pusat-pusat keunggulan Islam di Afrika barat.

Dominasi Awkar yang kental dengan nuansa Islam terasa sampai ke Syingith. Beberapa sejarawan juga menyertakan kota ini ketika membahas kebudayaan Awkar. Satu hal yang pasti, pengaruh Kerajaan Awkar mulai melemah dan tergantikan Berber menjelang abad ke-11.

Anggota persekutuan Iznagen dari Sous (kini Maroko), Jazulah, diketahui sudah taat dalam Islam. Pemimpin Jazulah, Abdullah bin Yasin, kemudian mendirikan aliansi al- Murabithun bersama dengan suku-suku Berber lain di Afrika utara. Mereka mengem bangkan wilayah hingga Afrika barat.

Pada 1076, al-Murabithun berhasil menaklukkan Syingith dan sekitarnya. Sejak saat itu, Syingith tidak semata-mata kota transit di jalur perniagaan Gurun Sahara, melainkan juga sentra peradaban Islam. Dinasti al-Murabithun terus bertahan sampai datangnya serangan dari Dinasti al- Muwahhidun pada 1147. Sama seperti mereka, al-Muwahhidun memusatkan kekuasannya di Maroko dan sekitarnya.

Adapun dataran tinggi Adrar dibiarkan tanpa dominasi politik yang berarti. Dengan demikian, pada masa itu, Kota Syingith "terjepit" di antara kedaulatan al-Muwahid dun di utara dan Kerajaan Awkar di selatan. Bagaimanapun, peran penting kota ini belum luruh.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement