Ahad 04 Mar 2018 06:41 WIB

Awal Dominasi Belanda di Maluku-Islam

Sentimen anti-Islam menguat untuk memperluas pengaruh militer dan ekonomi

Rep: hasanul rizqa/ Red: Muhammad Subarkah
Perlawanan rakyat Ternate. (Foto koleksi DR Muridan: Sampul buku tentang perjuangan Sultan Nuku)
Foto: istimewa
Perlawanan rakyat Ternate. (Foto koleksi DR Muridan: Sampul buku tentang perjuangan Sultan Nuku)

REPUBLIKA.CO.ID,  Pada Maret 1602, para saudagar Belanda membentuk Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC/Kompeni). Tiga tahun berikutnya, Kompeni menyerang benteng Victoria milik Portugis di Ambon. Sementara itu, Kesultanan Ternate mengalami kesulitan untuk membendung armada Spanyol yang terus menggempur dari Filipina. Kendala ini tetap tidak teratasi, meski Ternate telah bersekutu dengan Kerajaan Mindanao.

Sejak mula kedatangannya, Kompeni bersikap netral agama. Para pedagang Belanda hanya meneruskan tradisi Protestan yang menganggap penting perniagaan selayaknya etika kehidupan.

Namun, mereka juga bersikap antipati terhadap Spanyol yang beragama Katolik. Di samping itu, sentimen anti-Islam juga menguat sehingga kerja sama dengan raja-raja lokal utamanya untuk memperluas pengaruh militer dan ekonomi.

Pada 26 Juni 1607, sultan Ternate meminta dukungan militer dari Kompeni untuk melawan Spanyol. Sebagai imbalannya, Kompeni boleh melakukan monopoli atas perdagangan rempah-rempah. Orang-orang Belanda juga diizinkan mendirikan benteng di wilayah Ternate. Menjelang tahun 1610, Ambon telah menjadi basis pertahanan utama bagi Belanda di Maluku.

Kesepakatan tersebut cenderung merugikan bagi Uli Siwa yang dipimpin Kesultanan Tidore. Bahkan, banyak wilayahnya dicaplok begitu saja oleh Belanda. Bagaimanapun, tidak semua elite Ternate satu suara. Mereka merasa sedang diadu domba oleh bangsa Eropa.

Banyak bangsawan lokal diam-diam menjual hasil bumi kepada orang-orang Jawa atau Bugis. Di luar istana, rakyat juga kian benci terhadap Belanda.

Pada 1619, VOC mengukuhkan Batavia (dulu Jayakarta) sebagai pusat pemerintahan di Nusantara. Di saat yang sama, Kompeni dapat memojokkan armada Inggris hingga di Pulau Run, Maluku. Tiga tahun berikutnya, gubernur jenderal VOC Jan Pieterszoon Coen membawa armada militer dalam jumlah besar dari Batavia ke Banda. Dia ingin Belanda menjadi satu-satunya dominasi Eropa di Maluku.

Pada 1674, Inggris bersedia menukar Pulau Run dengan koloni Belanda di Benua Amerika, Nieuw Amsterdam. Sekarang, wilayah tersebut lebih dikenal sebagai Manhattan, New York, di Amerika Serikat.

Kekuasaan Belanda kian menjadi di Maluku. Pada 1635, Kompeni melangsungkan sistem pelayaran Hongi (hongitochten). Dengan cara itu, para birokrat Kompeni dapat menginspeksi satu per satu pulau-pulau di Maluku.

Di beberapa titik, mereka sengaja memusnahkan ladang untuk menjaga pasokan rempah-rempah. Alasannya bila terjadi surplus, harga jual komoditas tersebut bisa jatuh drastis.

Mereka juga menumpang perahu kora-kora yang sering dikawal kapal perang VOC. Tujuan sebenarnya untuk meringkus para penyelundup rempah-rempah atau kapal-kapal musuh. Namun, senyatanya hal ini hanya membuat takut rakyat biasa.

Sepanjang abad ke-17, orang-orang Ternate bangkit mengadakan perlawanan. Mereka dipimpin para bangsawan yang tidak terima campur tangan Belanda di istana. Namun, hegemoni Belanda masih terlampau kuat karena melancarkan politik adu domba. Tokoh-tokoh yang dekat dengan Belanda dimuluskan jalannya untuk menduduki kekuasaan, sedangkan di luar mereka dicap sebagai pemberontak.

Empat perlawanan besar terhadap Belanda harus berakhir dengan kekalahan. Tidak sedikit sultan yang anti-Belanda kemudian dijatuhi hukuman mati atau diasingkan ke Pulau Jawa. Demikianlah zaman Kompeni menancapkan kuku kekuasaannya di Maluku.

Pada 1799, keadaan berubah sekejap. Lembaga ini dinyatakan bangkrut antara lain karena dililit utang serta skandal korupsi yang menjerat para pegawainya. Kerajaan Belanda lalu mengambil alih seluruh wilayah taklukan VOC di Asia, termasuk Maluku.

Sejak awal abad ke-19, Hindia Belanda terbentuk sebagai suatu negeri jajahan. Dua perang global selanjutnya mengubah wajah kolonialisme di sini untuk selamanya.

Republik Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 atau menjelang akhir Perang Dunia II. Bagaimanapun, eksistensi Ternate dan Tidore masih berlanjut sebagai entitas yang berkuasa secara simbolis-budaya.

Sekarang, tampuk tertinggi Kerajaan Ternate dipegang penerus Sultan Mudaffar Sjah (wafat 2015). Adapun sultan Kerajaan Tidore saat ini bernama Husain Sjah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement