Selasa 20 Feb 2018 16:58 WIB

Madrasah Nizamiyah Kembangkan Seni Berceramah

Perkembangan seni berceramah menunjukkan kemajuan yang luar biasa.

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Agung Sasongko
Madrasah (ilustrasi)
Foto: blogspot.com
Madrasah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Salah satu lembaga yang ikut berperan mengembangkan seni berceramah adalah Madrasah Nizamiyah. Pada abad ke-11, para ahli ceramah dari wilayah-wilayah lain di kekhalifahan timur yang mengunjungi Baghdad diberi kehormatan mengisi perkuliahan.

Mereka mengajar dakwah di Perguruan Tinggi Nizamiyah untuk pelajaran fikih al-Syafi’i. Perkembangan seni berceramah menunjukkan kemajuan yang luar biasa. Fenomena ini menunjukkan seni berceramah menjadi senjata kaum Tradisionalis melawan gerakan Rasionalis pascaperiode Inkuisisi.

Pertarungan antara kedua gerakan ini terjadi hampir sepanjang abad ke-11. Pertarungan keduanya tidak pernah reda sejak masa sebelum pemberlakuan inkuisisi pada paruh pertama abad ke-9. Ceramah dan tabligh terpaksa digunakan pada 1077, 1078, 1083, dan 1101 M yang berdampak pada timbulnya empat kali kekacauan di tengah masyarakat.

Menurut George A Makdisi dalam The Rise of Humanism in Classical Islam and the Christian West, empat orang pemuka Mazhab Syafi’i yang beraliran Asyariyah terlibat dalam konflik ini. Mereka adalah Abu Nashr al-Qusyairi, seorang penceramah yang dikenal dengan sebutan al-Iskandarani, al-Bakri, dan al-Ghaznawi.

 

“Sebab terjadinya kerusuhan adalah propaganda yang mereka sebarkan menyerang kaum Tradisionalis. Dalam kerusuhan pada 1078 M, Ibn Aqil berhenti menyebarkan atau mengajarkan keahlian ceramah dan membatasi perkuliahannya dalam bidang fikih,” tulis Makdisi.

Kasus Abu al-Husayn al-Abbadi sangat berbeda dengan kasus sejawatnya lain yang menduduki jabatan akademis di Perguruan Tinggi Nizamiyah sebagai guru besar (syekh) tamu dalam mata kuliah ceramah.

Pada Syawal 486 H (November-Desember 1093 M), al-Abbadi diangkat sebagai dosen tamu mata kuliah ceramah. Ia diterima dengan baik oleh al-Ghazali yang kemudian menjadi kepala guru besar di perguruan tinggi tersebut.

Banyaknya orang yang berkumpul untuk mendengarkan ceramah al-Abbadi membuat takjub seorang pengembara Spanyol, Ibn Jubayr, yang menggambarkan pengalamannya dalam bukunya Perjalanan. Ibn al-Jawzi mengatakan, kerumunan orang memenuhi semua kamar dan ruangan tengah madrasah. “Orang-orang juga memenuhi atap-atap gedung dan lapangan di sekelilingnya.”

Tempat khusus untuk pendengar laki-laki luasnya 170 x 120 hasta atau sekitar 27 ribu yard persegi. Tempat bagi pendengar perempuan bahkan lebih luas lagi dan semuanya dipenuhi lautan manusia. Seperti pendahulunya, al-Abbadi diperintahkan keluar dari Baghdad dengan alasan yang menyangkut persoalan fiqhiyyah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement