Kamis 18 Jan 2018 13:00 WIB

Qais bin Sa'ad bin Ubadah, Sang Ajudan yang Dermawan

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir
Foto: saharamet.org
Ilustrasi kafilah dagang di gurun pasir

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Sejak belia, Qais bin Sa'ad bin `Ubadah tumbuh dalam keluarga yang mengutamakan akhlak. Ia merupakan putra pemimpin Suku Khazraj di Yastrib (Madinah), Sa'ad bin `Ubadah. Qais menjadi Muslim ketika masih anak-anak. Waktu itu ayahnya memperkenalkannya kehadapan Rasulullah SAW.

Sebuah riwayat menyebutkan, Nabi Muhammad SAW cukup terkesan dengan Qais. Sejak saat itu, kedekatan Qais dengan Rasulullah terbina baik. Salah seorang sahabat, Anas bin Malik, pernah mengungkapkan, Kedudukan Qais bin Sa'ad bin `Ubadah di sisi Nabi tidak ubahnya seperti seorang ajudan.

Baik sebelum maupun setelah masuk Islam, Qais terkenal sebagai pribadi yang dermawan tetapi juga berakal panjang. Hal inilah yang membuat kebanyakan masyarakat Madinah gentar terhadapnya.

Setelah keimanan menetap dalam hatinya, Qais mengubah kepiawaiannya dalam mengakali orang-orang dengan kejujuran.

Ia memang termasuk orang yang peka dalam berbahasa diplomatis, sehingga lawan bicaranya dapat saja menuruti kemauan Qais. Pernah suatu ketika Qais berkata kepada kawan-kawannya, Kalaulah bukan lantaran Islam, sudah aku buat tipu muslihat yang tak akan dapat ditandingi sekalian bangsa Arab.

Baginya, Islam merupakan jalan menuju rahmat Allah SWT. Oleh karena itu, Qais lebih konsisten mengamalkan sifat kedermawanan, sebagaimana didikan dari keluarga besarnya.

Secara turun-temurun, Ibnu `Ubadah termasuk keluarga yang ringan hati dalam membantu masyarakat Madinah. Bahkan, Rasulullah pernah berkata, Kedermawanan merupakan tabiat anggota keluarga ini (bani `Uba dah).

Sebagai contoh, di muka rumah keluarga Sa'ad bin `Ubadah kerap ada beberapa penjaga.

Mereka memantau dari tempat yang tinggi untuk kemudian menyerukan kepada beberapa musafir yang kebetulan lewat. Tujuannya mengajak para pelintas itu ikut makan bersama keluarga Sa'ad.

Ujaran yang cukup masyhur di kalangan Anshar, Barang siapa yang ingin memakan lemak dan daging, silakan mampir kedalam benteng perkampungan Dulaim bin Haritsah! Dulaim bin Haritsah merupakan kakek buyut Qais bin Sa'ad. Demikian seperti dikutip dari buku Yang Merangkak ke Surga.

Perubahan yang cukup drastis dari pribadi Qais bin Sa'ad bin `Ubadah membuat orang-orang Madinah makin respek terhadapnya. Meskipun begitu, perawakan Qais betul-betul lebih muda, bahkan ke timbang kawan-kawan sebayanya.

Misalnya, Qais berwajah licin alias tidak memiliki janggut. Akan tetapi, penampilan bukanlah soal bagi pribadi yang terkenal konsisten berbuat baik terhadap kaumnya. Walaupun berusia muda, kaum Anshar memandang Qais sebagai seorang pemimpin.

Pada suatu hari, Qais bin Sa'ad bin `Ubadah bersedia memberikan pinjaman kepada seorang kawannya yang sedang terlilit kesulitan. Beberapa lama berselang, kawannya ini mendapatkan kemudahan rezeki sehingga bisa membayar utangnya itu. Namun, Qais dengan halus me nolaknya, Kami tidak hendak menerima kembali apa-apa yang telah diberikan, katanya.

Mental juang Selain sifat pemurah dan kecerdasannya, Qais bin Sa'ad bin `Ubadah terkenal bermental juang yang tinggi. Sewaktu Rasulullah SAW masih hidup, tidak ada satu pun medan jihad yang di dalamnya Qais absen. Bila lisannya piawai dalam berdiplomasi, langkah kaki dan ayunan pedang Qais juga tak kenal ragu dalam menghantam musuh-musuh Allah. Ia selalu bersedia menerima setiap tugas dengan hati yang lapang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement