Senin 06 Nov 2017 14:45 WIB
Jejak Hubungan Dunia Islam dan Jepang

Misi Diplomatik Utsmaniyah di Jepang

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Era Dinasti Ottoman.
Foto: Aksitarih.com
Era Dinasti Ottoman.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapal Perang Utsmaniyah Ertugrul melaksanakan kunjungan diplomatik ke Jepang. Ekspedisi ini merupakan balasan kunjungan Kaisar Meiji di Istanbul.

Berhasil tiba di Jepang dengan selamat. Sesampainya di sana, penumpang kapal itu disambut dengan keramahan yang luar biasa oleh para pimpinan dan rakyat Negeri Matahari Terbit. Namun, nahas, da lam perjalanannya kembali ke Istanbul pa da 1890, topan besar menghantam Ertugrul saat kapal itu sedang berada di perairan se latan Jepang. Bencana tersebut menyebab kan tewasnya 550 penumpang kapal itu dan hanya menyisakan 69 orang yang selamat. Nasib Ertugrul memang berujung tragis.

Namun, misi pelayaran terakhirnya berhasil membentuk hubungan positif antara Kesultanan Turki Utsmaniyah dan Kekaisaran Jepang. "Sampai sekarang, orang-orang Jepang dan Turki selalu rutin memperingati insiden Kapal Ertugrul setiap lima tahun sekali, meskipun rezim yang memerintah di kedua negara telah berulang kali mengalami pergantian," ungkap Ketua Pusat Studi Islam Jepang, Prof Salih Mahdi al-Samarrai, dalam artikelnya berjudul "Islam in Japan Before 1900."

Pada 1892, atau tepatnya dua tahun pascainsiden Kapal Ertugrul, seorang cendekiawan Jepang bernama Torajiro Yamada tiba di Istanbul. Tujuannya berkunjung ke ibu kota Kesultanan Turki Utsmaniyah ketika itu adalah untuk menjalankan misi sosial dan politik yang ia terima dari negaranya.

Di negerinya, Torajiro dikenal sebagai pemuda yang terpelajar. Dia memainkan peranan penting dalam kampanye penggalangan dana di kota-kota besar Jepang, untuk menyantuni keluarga para pelaut Utsmaniyah yang tewas dalam Insiden Kapal Ertugrul.

Pada saat melakukan penggalangan dana tersebut, Torajiro mendapati bahwa simpati yang ditunjukkan masyarakat Jepang terhadap saudara-saudara Turki mereka sangatlah luar biasa. Dalam waktu relatif singkat, jumlah uang yang terkumpul mencapai 5.000 yen—atau setara 100 juta yen (hampir Rp 12 miliar) dengan nilai mata uang saat ini.

Kekaisaran Jepang pun lantas meminta Torajiro untuk mengantarkan langsung uang itu ke Istanbul. Setelah misinya di Istanbul selesai, lelaki itu lalu mengunjungi Mesir. Dia memutuskan untuk menetap di sana selama 20 tahun berikutnya. Selama berada di Mesir, Torajiro berusaha melakukan semua yang dia bisa untuk mempererat hubungan politik dan budaya antara Kekaisaran Jepang– Kesultanan Turki Utsmaniyah.

Pada kemudian hari, Torajiro Yamada memutuskan untuk memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdul Khalil Yamada. Dia pun tercatat sebagai orang asli Jepang kedua yang memeluk Islam setelah Seitaro Noda—yang mengganti namanya menjadi Abdul Haleem Noda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement