Jumat 22 Sep 2017 16:38 WIB

Asal Muasal Istilah Kache Tibet

Rep: c35/ Red: Agung Sasongko
Masjid Agung Lhasa, Tibet.
Foto: bujangmasjid.blogspot.com
Masjid Agung Lhasa, Tibet.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Di beberapa kota di Tibet, terdapat komunitas kecil Muslim yang dikenal dengan sebutan Kache. Kache artinya orang Kashmir. 

Jika dilacak asal-usulnya, nenek moyang mereka kemungkinan besar adalah kaum imigran yang datang dari tiga kawasan, yakni Kashmir (Kache Yul di Tibet kuno), Ladakh (wilayah di antara Jammu dan Kashmi), dan negara-negara rumpun Turki di Asia Tengah. Orang Tibet di masa lalu, menyebut bangsa Kashmir sebagai "Kache Yul". Boleh jadi, dari sinilah julukan "Kache" berasal. 

Meski Kache merupakan kelompok minoritas dan bukan orang Tibet asli, nyatanya mereka lebih diakui sebagai bagian dari masyarakat Tibet ketimbang etnis Muslim Hui yang berasal dari Cina. Para pedagang Muslim Cina yang beretnis Hui telah menetap di Siling, Amdo, sebelah timur laut Tibet pada awal abad ke-17. 

Mereka menikahi orang Tibet dan mengadakan perdagangan antara Cina dan Tibet Tengah. Beberapa dari mereka menetap di Lhasa dan membentuk komunitas Muslim yang terpisah dari Muslim Tibet. Mereka memiliki masjid dan pemakaman sendiri. Pendek kata, mereka enggan membaur dengan masyarakat setempat dan tetap mempertahankan bahasa Cina dan adat mereka.

Dalam artikelnya, Butt menyatakan, imigran Muslim dari Kashmir dan Ladakh pertama kali memasuki Tibet pada sekitar abad ke-12. "Meski tidak banyak penduduk Buddha yang beralih ke Islam pada masa itu, secara bertahap pernikahan dan interaksi sosial menyebabkan meningkatnya populasi Muslim hingga jumlah yang cukup signifikan di sekitar ibu kota Tibet, Lhasa," tulis Butt.

Selain Kache, beberapa kelompok etnis Muslim juga diketahui menghuni tanah Tibet sejak lama, di antaranya etnis Hui, Salar, Dongxiang, dan Bonan. Ada pula komunitas Tionghoa Muslim Gya Kache yang jejak keturunannya masih terhubung dengan kelompok etnis Hui.

Kedatangan Muslim di Tibet diikuti oleh pembangunan masjid di berbagai kawasan di negeri itu. Kala itu, mereka sudah memiliki empat masjid di Lhasa, dua masjid di Shigatse, dan satu Tsetang. Semua masjid tersebut berdiri anggun dengan gaya arsitektur Tibet. "Permukiman Muslim Tibet umumnya terkonsentrasi di sekitar masjid yang mereka bangun tersebut," kata Butt menuturkan.

Warga Muslim juga memiliki setidaknya dua sekolah Islam di Lhasa dan satu di Shigatse. Di sekolah inilah, para generasi muda Muslim mempelajari ilmu Alquran dan ilmu keislaman lainnya. Muslim juga ada di antara para pengungsi Tibet di India. Mereka hidup damai dan harmonis dengan pengungsi Tibet lainnya yang beragama Buddha.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement