Selasa 15 Aug 2017 05:23 WIB

Jejak Islam di Negeri Kincir Angin

Rep: Ratna Ajeng Tedjomukti/ Red: Agung Sasongko
Muslim di Belanda
Muslim di Belanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Jejak Islam di Belanda telah ada sejak abad ke-16. Saat itu, warga Turki Utsmani dan Persia telah banyak menetap di Amsterdam untuk berdagang. Mereka juga diizinkan oleh Pemerintah Belanda untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan. Banyak dari mereka memeluk Yahudi orto doks.

Pelancong Inggris Andew Marvell menyebut Belanda sebagai tempat harmoni kelompok agama. Negara itu menjadi tempat berkumpulnya orang Turki, Kristen, Yahudi, dan berbagai sekte keagamaan. Referensi dan simbolisme Islam juga sering digunakan masyarakat Belanda pada abad ke-16, terutama dalam pidato yang disebut hagenpreken.

Medali pada abad 16 dari Gauzen juga diketahui memiliki simbol bulan sabit yang memuat tulisan "Rather Turkis than Papist". Dalam kisah lain juga diceritakan pasukan Belanda pernah menerobos pengepungan di Leiden pada 1574 sambil membawa bendera Turki ke dalam kota. Pada 1604, sebanyak 1400 budak asal Turki dibebaskan oleh Maurice of Orange selama pengepungan Sluis di Zeeland. Saat itu, mereka ditahan oleh tentara Spanyol.

 

Agar merdeka, budak Turki harus membayar sejumlah uang untuk membayar kebe basan mereka. Untuk menghormati perlawanan budak Turki terhadap majikan Spanyol, Pangeran Maurice menamai sebuah tanggul di daerah tersebut dengan nama Turkeye. Di waktu yang sama, Belanda juga menampung sekelompok kecil pengungsi Muslim di Semenanjung Iberia yang disebut Moriscos. Mereka pun menetap di Konstantinopel.

Pada abad ke-17, puluhan pelaut Belanda, Zeelandic dan Frisian, masuk Islam dan bergabung dengan bajak laut Barbary di Pelabuhan Afrika Utara. Beberapa di antara mereka bahkan menjadi perwira tinggi di angkatan laut Turki. Pada masa itu, banyak pelaut bertobat dan memeluk Islam.

Mereka pun lepas dari perbudakan setelah ditangkap. Sebagian lainnya pergi ke Turki atas kemauan sendiri.

Beberapa orang Belanda kembali ke asalnya. Namun, mereka dianggap bermasa lah bukan karena mereka pindah keyakinan menjadi Muslim, tetapi dicurigai karena tidak setia dengan Belanda dan angkatan lautnya.

Pada abad ke-19, Belanda menguasai nusantara yang kini menjadi Indonesia, negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia. Pada paruh pertama abad ke-20, ratusan pelajar, pelaut, dan pekerja rumah tangga Indonesia menetap di Belanda.

Mereka menjadi komunitas Muslim pertama di Belanda yang cukup besar. Ta hun 1932, pekerja Indonesia di Belanda mendirikan Perkoempoelan Islam (Asosiasi Islam) yang merupakan organisasi swadaya.

Mereka melobi pemerintah untuk membangun pemakaman Muslim dan masjid.

Pa da 1933, rencana mereka dapat terealisasi. Komunitas ini terus berkembang hingga tahun 1949.

Sejumlah Muslim Suriname datang ke Belanda sebelum dan sesudah kemerdekaan Suriname pada 1975. Pada 1980-an dan 1990-an, orang-orang Muslim datang ke Belanda sebagai pengungsi dan pencari suaka, terutama dari Bosnia, Somalia, Iran, Pakistan, Afghanistan, dan Irak.

Kedatangan Muslim terjadi melalui migrasi perkawinan dan undang-undang keluarga. Sebagian besar imigran Maroko dan Turki menikahi orang-orang dari negara asalnya. Akhir-akhir ini, Belanda mengeluarkan undang-undang imigrasi yang memaksa mereka yang akan menjadi imigran dan mitra Belanda untuk mematuhi persyaratan yang sangat ketat.

Kini, jumlah imigran dari Turki dan Maroko menurun tajam sejak 2003. Imigran dari Turki menurun dari 6.703 pada 2003 menjadi 3.175 pada 2006. Imigran dari Maroko menurun drastis dari 4.894 menjadi 2.085 orang. (ed: erdy nasrul)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement