Kamis 10 Aug 2017 20:36 WIB

Masjid Sultan Ahmed Bangkitkan Energi Utsmaniyah

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
 Umat Islam berkumpul di masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan masjid Biru di Istanbul, Turki, Rabu (17/6), untuk melaksanakan shalat tarawih.  (AP/Emrah Gurel)
Umat Islam berkumpul di masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan masjid Biru di Istanbul, Turki, Rabu (17/6), untuk melaksanakan shalat tarawih. (AP/Emrah Gurel)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah Perjanjian Damai Zsitva torok dan Perang Persia pada 1603-1618, Sultan Ahmed I memutuskan membangun masjid besar di Istanbul untuk menghidupkan kembali energi Turki Utsmani. Kala itu, masjid ini menjadi masjid kerajaan pertama setelah 40 tahun. Sebuah masjid yang kemudian menyandang nama sang sultan, Masjid Sultan Ahmed.

Bila banyak pemimpin negara Islam membangun masjid dari hasil rampasan perang, Sultan Ahmed harus merogoh kantong uang negara untuk membangun masjid ini karena belum ada perang yang dimenangi dengan gemilang. Tindakannya itu menyulut kemarahan para ulama.

Namun, masjid itu tetap dibangun. Lokasinya berada di depan bangunan lambang kedig dayaan kekaisaran Bizantium, Basilika Hagia Sophia, dan Hipodrom. Bagian terbesar di selatan masjid berdiri di atas fondasi bekas bangunan Istana Agung yang lama. Masjid ini menyadur beberapa elemen Kristen Bizantium yang terdapat di Hagia Sophia dengan warna arsitektur Islam.

Arsitek Masjid Sultan Ahmed, Sedefkar Mehmed Agha, mendapat inspirasi setelah menyintesis ide gurunya, Mimar Sinan, terutama dalam hal ukuran, kemegahan, dan keindahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement