Ahad 06 Aug 2017 03:09 WIB

Histori Masjid Raya Ganting Padang dalam Usia 212 Tahun

Masjid Raya Ganting di Padang, Sumatra Barat.
Foto: en.wikipedia.org
Masjid Raya Ganting di Padang, Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, Jika kita berbicara tentang Masjid, yang ada dalam pikiran kita, masjid adalah tempat ibadah semata. Sementara keberadaan dan fungsi mesjid pada dasarnya bukan sekedar tempat ibadah. Ini terlihat dalam sejarah perkembangan Islam sejak zaman Rasul sampai sekarang, mesjid berfungsi selain tempat ibadah ternyata juga sebagai tempat pembinaan umat, baik dalam aspek sosial, ekonomi, maupun aspek kehidupan lainnya.

Sumatera Barat dengan budaya Minangkabau mempunyai filosofis yang sangat relegius, “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah". Salah satunya dapat dilihat dari keberadaan masjid bersejarah di Padang yang telah berdiri semenjak Penjajahan Kolonial Belanda,  yaitu  Masjid Raya Ganting. Masjid ini terletak di Kelurahan Ganting Parak Gadang Kecamatan Padang Timur Kota Padang,

Masjid ini berdiri  atas prakarsa tiga orang pemuka masyarakat yakni, Angku Gapuak, Angku Syech Haji Umar, dan Angku Syech Kapalo Koto. Angku Gapuak adalah seorang saudagar di pasar gadang, Angku Syech Haji Umar adalah seorang pimpinan kampung, dan Angku Syech Kapalo Koto seorang  ulama yang cukup berpengaruh. Lengkap sudah Tiga Tali Sapilin, artinya ada kalangan saudagar, pemimpin dan ulama. 

Ide Pembangunan Masjid Raya Ganting  dimulai pada era 1700-an. Ide ini muncul pada masa penjajahan kolonial Belanda, dimana saat itu  di Gantiang hanya ada rumah ibadah berbentuk surau-surau ( Mushala ) saja.

Ketiga tokoh tersebut diatas berperan dalam perencanaan pembangunan masjid dengan mengusahakan  Tanah, masyarakat Suku Chaniago di Gantiang dengan ikhlas menyerahkan sebidang tanah miliknya untuk di Wakafkan ,serta didorong  keinginan yang mendalam dari masyarakat Ganting untuk memiliki Masjid, maka terwujudlah rencana pembangunan masjid tersebut.

Selanjutnya, ketiga tokoh Ganting itu menghubungi saudagar saudagar di Pasar Gadang untuk mendapatkan dana. Dengan maksud yang sama beliau juga menghubungi teman teman mereka di Sibolga, Medan, dan Aceh serta melibatkan unsur unsur ulama di Minangkabau. Dengan perjuangan panjang dan didorong oleh semangat masyarakat, maka berdirilah masjid yang diidam-idamkan di 1805.

Dengan ukuran 30 meter X 30 meter, pembangunan Masjid ini penuh dengan lika-liku, keringat, dan air mata. Betapa tida, pembangunan didakukan di tengah desingan mesiu mesiu senjata tentara kolonial Belanda. Inilah salah satu penyebab lambatnya pembangunan masjid.

Namun, melihat kesungguhan banyak pihak untuk berdirinya masjid, maka salah seorang serdadu Belanda dari Corps Genie berpangkat kapten ikut turun tangan membantu dan sekaligus menyatakan masuk Islam. Dia adalah seorang Komandan Genie wilayah Sumatera Barat dan Tapanuli. Berkantor di Jalan Sisingamangaraja sekarang.

Pada 1810 siaplah Masjid Raya Ganting dengan keadaan bangunan dalam kondisi darurat. Lantainya hanya dari batu bersusun dan diplaster dengan tanah liat karena semen belum diperoleh. Keadaan seperti ini berlangsung sampai 1900. Lebih kurang 90 tahun, masjid ini dimanfaatkan selain tempat ibadah. Juga, dimanfaatkan untuk menjalin hubungan silaturrahin serta membicarakan strategi strategi perang kemerdekaan. Masjid ini sering juga dimanfaatkan untuk kepentingan kepentingan pemangku adat.

Karena itu, demi kesempurnaan pembangunan masjid, maka pada 1900  pembangunan dilanjutkan. Barulah lantai darurat terdahulu diganti dengan ubin dan memakai semen, lantai dan beberapa dindingnya berangsur-angsur memakai bata dan semen. Bahan bakunya didatangkan dari daerah Belanda yang di pesan melalui Jacobson Van Denberg. Pekerjaan pemasangan ubin langsung ditangani oleh tukang-tukang yang ditunjuk oleh Pabrik ubin tersebut. Pada tahun 1910, selesailah seluruh pemasangan ubinnya.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement