Sabtu 27 May 2017 19:10 WIB
Mengenal Peradaban Islam

Ilmuwan Muslim Kaji Ilmu Psikologi, Ini Hasilnya

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Agung Sasongko
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).
Foto: blogspot.com
Ilmuwan Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama periode emas Islam, beberapa sarjana Muslim menelurkan banyak karya yang berhubungan dengan ilmu jiwa. Salah satunya adalah Ibnu Sina, ilmuwan asal Bukhara (Uzbekistan sekarang —Red) yang hidup antara 981–1037. Dia dianggap sebagai tokoh yang memiliki pengaruh paling besar dalam sejarah psikologi Islam.

Dalam melahirkan pemikirannya, Ibnu Sina mengadopsi gagasan-gagasan psikologi dari para filsuf Yunani yang kemudian diselaraskannya sesuai dengan ajaran Islam. Ilmuwan yang oleh masyarakat Barat dikenal dengan sebutan Avicenna itu awalnya menukil gagasan Aristoteles yang menyebutkan bahwa manusia memiliki tiga jenis jiwa, yaitu vegetatif (tumbuhan), hewani, dan jiwa rasional (kecerdasan akal).

"Selanjutnya, Ibnu Sina menyatakan bahwa jiwa vegetatif dan hewani mempertalikan manusia dengan bumi, sedangkan jiwa rasional menghubungkan mereka kepada Allah," kata Shuttleworth.

Menurut Ibnu Sina, kemampuan berpikir yang dimiliki manusia memberikan mereka hubungan yang unik dengan Sang Pencipta. Dia juga berpendapat bahwa kemampuan mental dipengaruhi oleh bagian tertentu pada otak manuisa. Sepanjang sejarah psikologi, Ibnu Sina adalah ilmuwan pertama yang berupaya memahami cara kerja pikiran dan penalaran manusia.

Muhammad Zakariyah ar-Razi atau biasa disingkat dengan ar-Razi (864–930) juga merupakan salah satu tokoh yang memiliki kontribusi dalam perkembangan psikologi Islam. Ia memiliki sejumlah hasil pengamatan menarik tentang pikiran manusia.

Dalam kitabnya, Tibb al-Funun, ar-Razi membuat beberapa postulat mengenai kondisi emosional manusia, dan memberikan saran untuk pengobatan gangguan mental. Selain itu, ar-Razi juga memberikan sumbangan besar bagi sejarah psikologi lewat observasinya yang tajam mengenai etika medis dan penggunaan terapi kondisional terhadap pasien gangguan jiwa. Metode tersebut sudah diterapkannya, jauh sebelum psikolog abad ke-20 menerapkan hal yang sama.

Ibnu Khaldun yang hidup antara 1332–1406 juga berperan penting dalam memperkaya khazanah pengetahuan tentang psikologi Islam. Dalam teorinya, ia menyebutkan bahwa faktor lingkungan dan individu yang berada di sekitar manusia ikut membentuk kepribadian seseorang. Ibnu Khaldun juga percaya bahwa perilaku manusia bisa dibentuk melalui pengalaman dan pendidikan. Gagasan tersebut selanjutnya memberi pengaruh besar terhadap psikologi modern yang muncul pada masa sesudahnya.

Meskipun banyak sarjana Muslim di masa lampau yang menghasilkan kajian tentang ilmu jiwa, istilah 'psikologi Islam' tidak pernah populer selama berabad-abad. Terma tersebut baru mulai menjadi perbincangan di kalangan akademisi internasional setelah pakar psikologi klinis asal Sudan, Prof Malik Badri, memublikasikan bukunya yang berjudul The Dilemma of Muslim Psychologists (Dilema Psikolog Muslim) pada 1979.

Menurut Badri, keniscayaan psikologi Islam tidak bisa dimungkiri oleh para psikolog Barat. Pasalnya, hampir semua aliran psikologi yang ada saat ini cenderung mengedepankan sisi hewani pada manusia, dan mengesampingkan sisi ruhani yang mereka miliki. Padahal, psikologi sejatinya adalah ilmu yang sarat dengan nilai. Termasuk nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam ajaran Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement