Jumat 24 Mar 2017 14:00 WIB

Di Zamannya, Jembatan Khaju Dibangun dengan Teknologi Mutakhir

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Jembatan Khaju
Foto: Wordpress
Jembatan Khaju

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sheila Blair dan Jonathan Bloom dalam The Art and Architecture of Islam menulis, adalah khalifah Dinasti Safawi, Shah Abbas II, yang memimpin pembangunan Jembatan Khaju pada 1650-an. Selain menghubungkan Jalan Khaju di bagian utara dan Jalan Kamal Ismail Isfahani di selatan, sang Shah ingin jembatan itu juga berfungsi sebagai dam kuno atau wair.

 

Dua puluh tiga segmen busur jembatan susun menyusun sepanjang 105 meter, membentuk konfigurasi 21 pintu air berukuran besar dan 26 yang berukuran kecil. Di tengah jembatan, terdapat rotunda atau bangunan sirkular berbukaan keliling. Literatur menyebutkan, di rotunda ini Shah Abbas II biasanya minum teh sambil menikmati  pemandangan  Isfahan dari singgasana khususnya.

 

Shah Abbas II mendirikan Jembatan Khaju di atas fondasi abad ke-15 yang dibuat Dinasti Timurid. Waktu itu, Isfahan ditunjuk sebagai ibu kota baru kesultanan ini. Jembatan ini merupakan bagian dari proyek ambisius sang Shah yang ingin mengangkat nama Isfahan sebagai ibu kota. Karena itu, dia menginstruksikan pembangunan jembatan tersebut menggunakan teknologi termutakhir di zamannya.

 

Konstruksi Jembatan Khaju yang menggunakan balok gamping dan batu bata dengan adukan kapur mengandalkan ketebalan balok busur untuk meneruskan beban pengguna ke fondasi. Bagian pangkal busur, misalnya, berdiameter cukup besar, yakni sekitar dua meter. Hasilnya, jembatan ini bisa berdiri selama lebih dari 350 tahun tanpa perkuatan kabel atau struktur tambahan.

 

Jembatan Khaju terdiri dari dua tingkat. Bagian bawah yang kerap dijadikan tempat kumpul-kumpul tadi merupakan elemen utama dam yang berfungsi sebagai pengatur aliran air. Berkat sistem pintu air tradisional ini, muka air di bagian hilir lebih rendah dari hulunya. Ketika pintu air dibuka, muka air di bagian hilir berangsur naik dan menyediakan irigasi bagi taman-taman di sekelilingnya.

 

Di sisi barat Jembatan Khaju yang menghadap hilir sungai, terdapat undakan tangga untuk mencapai muka air yang lebih rendah tadi. Undakan ini juga menjadi tujuan rekreasi warga Isfahan, misalnya mereka yang sekadar ingin bermain kecipak air di pantai yang tercipta dari endapan lumpur sungai. Bahkan hingga kini masih ada yang memanfaatkan undakan ini untuk tempat mencuci baju.

 

Sementara itu, bagian atasnya berfungsi sebagai jalur transportasi. Terdapat jalur kendaraan selebar 7,5 meter yang kerap dilintasi mobil atau kereta kuda. Jalur para pedestrian terletak di kanan kirinya, ternaungi arkade yang berjajar sepanjang jembatan. Lewat arkade ini, pengunjung jembatan bisa meniti jalan mencapai rotunda tempat sang Shah menikmati pemandangan tadi.

 

Struktur busur melengkung dan konstruksi fondasi sekaligus dinding yang tebal menciptakan sistem akustik alamiah di Jembatan Khaju. Menurut Travel+Leisure, karena gema alami itulah tempat ini menjadi tujuan kelompok pemusik setempat maupun penyanyi lagu tradisional untuk menggelar pertunjukan kaki lima saban Jumat malam.

 

Ratusan busur Saracenic menjadi elemen arsitektur yang kuat di Jembatan Khaju. Busur semacam ini jamak ditemui di bangunan Dinasti Safawi lain seperti Istana Ali Qapu yang juga terletak di Isfahan. Orientalis asal Amerika Serikat, Alexander Upham Pope, memuji Jembatan Khaju sebagai salah satu bukti pengaruh kebudayaan Safawi yang tersisa di Iran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement