Kamis 09 Mar 2017 11:15 WIB

Tinta Emas Muslimah dalam Peradaban Islam

Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Dakwah Muslimah. (Republika/ Prayogi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan ini, pelbagai negara merayakan hari spesial, Hari Perempuan Sedunia. Perayaan khusus untuk kaum hawa ini awalnya dilakukan di Amerika Serikat (AS) pada 28 Februari 1909, kala itu masih disebut Hari Perempuan Nasional. Nah, terinspirasi dari perayaan di Negeri Paman Sam itu, pada 1910 digelar Konferensi Perempuan Internasional di Kopenhagen, Denmark.

Di sana, anggota Partai Sosialis Jerman, Luise Zeitz, mengusulkan diselenggarakannya Hari Perempuan Internasional tahunan. Sekitar 100 perempuan dari 17 negara setuju atas usul Zeitz, tapi mereka belum menetapkan tanggal peringatan. Barulah pada 8 Maret 1911, Hari Perempuan Internasional diperingati hingga sekarang.

Hari Perempuan Sedunia merupakan peringatan keberhasilan kaum hawa dalam mengubah kedudukannya di bidang ekonomi, politik, serta sosial budaya. Di Indonesia, Hari Perempuan Sedunia banyak diperingati oleh berbagai kalangan dengan beragam topik, salah satunya tentang penghapusan perdagangan manusia. Perdagangan manusia menjadi topik yang hangat akhir-akhir ini mengingat semakin mudahnya manusia mengakses dunia informasi.

Terkait peran kaum wanita, sejarah Islam pun memiliki catatan panjang dan menarik untuk kita simak. Tercatat dengan tinta emas, sejumlah nama perempuan memainkan peran dan kontribusi yang sangat besar bagi kepentingan Islam, misalnya pada masa-masa kenabian dan perjuangan Rasulullah SAW. Mereka tidak saja berperan di ranah domestik, tetapi juga mengangkat senjata untuk membela agama Allah.

Sebut saja Nusaibah binti Ka’ab, Khaulah binti Azur, Hindun binti Utbah, dan Ummu Haram binti Malhan yang tak gentar berbaur dengan pasukan Islam di medan perang. Mereka tak segan menghunus pedang, tak ragu mengacungkan tombak, dan gembira menyambut syahid.

Di luar kawah pertempuran itu, Muslimah-Muslimah salehah dan cerdas lainnya menyumbang dedikasi luar biasa bagi kepentingan Islam. Mereka tampil mengusung perbaikan di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, juga politik. Syaykhah Shunda adalah salah satunya. Ia menjadi pengajar untuk berbagai disiplin ilmu, seperti sastra, statistika, hingga puisi.

Ada pula Asy-Syifa atau Ummu Sulaiman di bidang yang sama. Ia bahkan dikenal sebagai guru wanita pertama dalam Islam, serta penasihat bagi Khalifah Umar bin Khattab. Di bidang kesehatan adalah Rufaidah yang menjadi pendiri rumah sakit dan palang merah di zaman Rasulullah SAW.

Di lingkungan terdekat Rasulullah, kita mengenal Khadijah binti Khuwailid, istri sang Rasul yang merelakan seluruh jiwa, raga, dan hartanya untuk kepentingan Islam. Istri beliau lainnya, Aisyah binti Abi Bakar, menjadi contoh perempuan cerdas yang banyak menyumbang pemikiran untuk Islam.

Dan tak ketinggalan, Fatimah binti Rasulullah, Muslimah yang terjun ke dunia politik untuk mencalonkan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah pengganti ayahnya. Ia berubah menjadi sosok orator ulung untuk kemenangan sang suami.

Wanita memperoleh hak yang sama dalam pemikiran dan peranan sejak masa Rasulullah SAW. Atas hak tersebut, mereka berhasil menyumbangkan jiwa, raga, harta, pemikiran, serta peran mereka bagi ke pentingan agama Allah, tanpa mengorbankan fitrah dan kehormatan mereka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement