Jumat 24 Feb 2017 18:00 WIB

Ghana, Sayap Islam di Afrika Utara

Muslimah di Ghana.
Foto: ghanamuslimweb.com
Muslimah di Ghana.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Negara ini sejatinya berpenduduk mayoritas Nasrani. Akan tetapi, dalam kaitan dengan perkembangan agama Islam di Afrika Barat, Ghana memegang peranan strategis pada masa lalu.

Sejarah terentang kembali hingga abad keempat. Saat itu, Perang Punic Ketiga antara Romawi dan Kartago baru saja berakhir. Akibat perang ini, Romawi menanggung kerugian sangat besar dan terpaksa mengurangi pengaruhnya di Afrika.

Kekosongan kekuasaan akhirnya dimanfaatkan oleh orang-orang Barber, suku asli Afrika, untuk menanamkan pengaruh. Kaum Barber adalah suku pengembara. Pada abad kelima, mereka sampai ke wilayah yang nantinya menjadi teritori Ghana modern dan mendirikan kerajaan Awkar.

Lokasi kerajaan ini berada di sebelah tenggara, berbatasan dengan Mauritania. Tak jauh dari sana, secara perlahan muncul pengaruh lain, yakni suku Soninke, penduduk berbahasa Mande yang mendiami pinggiran Gurun Sahara.

Suku Soninke membangun ibu kota bernama Kumbi Saleh. Tak berapa lama, kota ini berkembang pesat dan menjadi jalur perdagangan penting di Afrika Barat. Adalah raja Ghana yang akhirnya mengadopsi nama tersebut sebagai nama kawasan yang memimpin wilayah tersebut.

Ketika itu, para pedagang Muslim dari Afrika Utara, khususnya dari Mesir dan Maroko, mulai berdatangan ke kawasan Afrika Barat. Mereka yang datang dengan menggunakan onta membeli emas, perak, dan gading yang memang banyak terdapat di sana.

Raja Ghana adalah penganut pagan (animisme). Dia tidak bersedia memeluk Islam meski agama baru ini telah berkembang di seantero Afrika. Namun, dia tidak keberatan umat Islam tinggal di wilayahnya, bahkan kerap meminta bantuan para cendekiawan Muslim untuk memberi masukan seputar masalah hukum, ekonomi, dan sebagainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement