Jumat 24 Feb 2017 16:15 WIB

Mengenal Kalender Hijriyah

Rep: Rid/Sya/Berbagai Sumber/ Red: Agung Sasongko
Sistem penghitungan pada kalender hijriyah menggunakan perputaran bulan. (ilustrasi)
Sistem penghitungan pada kalender hijriyah menggunakan perputaran bulan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Islam mencatat bahwa Khalifah Umar bin Khattab sebagai penggagas penanggalan Hijriyah yang kini dianut oleh seluruh umat Muslim dunia. Berbeda dengan kalender masehi yang didasarkan pada revolusi bumi terhadap matahari (syamsiah), kalender hijriyah berdasarkan revolusi bulan terhadap bumi (qamariah).

Kalender umat Muslim ini juga berbeda dengan kalender saka dan Cina yang didasarkan pada sistem syamsiah dan qamariah atau yang lebih dikenal dengan kalender lunisolar. Letak perbedaannya, misalnya, pada perhitungan hari, nama-nama bulan, dan penentuan permulaan hari. Namun, yang paling esensial adalah perbedaan antarkalender disebabkan oleh perbedaan kebutuhan material dan spiritual masing-masing masyarakat pembuat kalender itu.

Bagi umat Islam, kebutuhan hidup tidak terbatas pada hal-hal duniawi, tetapi juga ukhrawi. Dengan demikian, diperlukan penanggalan sebagai acuan dalam kegiatan sosial ekonomi sekaligus menjadi pedoman pelaksanaan waktu-waktu ibadah.

Islam telah mengatur waktu-waktu ibadah secara perinci dan tegas. Pola penentuan waktu ibadah semacam ini tidak terdapat pada peradaban umat lain. Maka, wajar jika sistem penanggalan setiap umat berbeda. Pelaksanaan ibadah haji, misalnya, diatur sedemikian detail, mulai dari tanggal, bulan, hingga tempat pelaksanaannya.

Selain haji, ibadah puasa juga ditetapkan waktunya, yakni selama  satu bulan Ramadhan penuh. Dilanjutkan dengan kewajiban pembayaran zakat fitrah setelah puasa Ramadhan. Oleh karena itu, kalender Hijriyah dibutuhkan sebagai pedoman akurasi waktu-waktu ibadah wajib secara berkelanjutan.

Meski demikian, penyikapan umat Muslim dunia terhadap kalender hijriyah bukan tanpa perbedaan. Setiap negara Muslim menerapkan model penanggalan hijriyah sesuai dengan warisan kebudayaannya masing-masing, tak terkecuali Indonesia. Di Indonesia, dikenal adanya percampuran penanggalan antara Jawa dan Islam. Sedangkan, di Libya, juga berlaku kalender hijriyah yang dimulai dengan wafatnya baginda Rasul, bukan peristiwa hijrah beliau.

Hal yang sama juga berlaku di beberapa negara Islam, seperti di Iran, Afghanistan, dan negara lainnya. Iran menerapkan kalender hijriyah berdasarkan revolusi bumi pada matahari (syamsiah). Sejarah peradaban Persia banyak berpengaruh pada sistem kalender yang berlaku di Iran saat ini. Lain lagi dengan Oman yang boleh dikata masih menerapkan penanggalan hijriyah sebagaimana lazimnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement