Selasa 21 Feb 2017 08:00 WIB

Pelajaran dari Perang Khandaq

Rep: Heri Ruslan/ Red: Agung Sasongko
Pelataran Masjid Nabawi di Madinah, Saudi Arabia
Foto: ROL/Sadly Rachman
Pelataran Masjid Nabawi di Madinah, Saudi Arabia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perang Khandaq adalah salah satu ujian berat yang harus dihadapi umat Muslim di era awal penyebaran Islam.  Betapa tidak. Pasukan musuh dalam jumlah besar datang dari berbagai arah. Kaum Muslimin seakan ditimpa guncangan dan musibah yang sangat besar.

Namun, keimanan yang dalam dan tarbiyah yang kokoh membuat kaum Muslimin tetap teguh menghadapi semua bahaya, papar Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah.  Kondisi saat itu direkam dalam Alquran surah Al-Ahzab ayat 10.

 

Ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatanmu dan hatimu naik sesak sampai ke tenggorokan (karena takut), dan kamu menyangka kepada Allah dengan berbagai macam prasangka.

Untuk mengamankan Kota Madinah dari gempuran pasukan tentara musuh, selain membangun parit yang begitu panjang, Rasulullah SAW menetapkan penjagaan kota secara bergiliran. Salamah bin Aslam Al-Ausi memimpin 200 orang dan Zaid bin Haritsah memimpin 300 personel. Mereka mengumandangkan takbir agar pasukan musuh mengetahui bahwa kaum Muslimin tetap eksis dan waspada.

Strategi membangun parit berhasil membendung gerak pasukan musuh. Ketika melihat parit, orang-orang Quraisy terkejut dan mereka bingung saat akan menyerbu, tutur Dr Akram.  Setiap kali akan bergerak maju, tentara kaum Muslimin menghujani mereka dengan anak panah.

Dalam Perang Khandaq nyaris tak ada kontak fisik antara kaum Muslimin dan pasukan kaum kafir. Kontak fisik hanya terjadi saat kaum Musyrik berupaya menyeberangi parit. Ali bin Abi Thalib langsung mencegah mereka dan berhasil membunuh seorang tentara musuh. Az-Zubair membunuh seorang lainnya, sedangkan tiga orang lainnya kabur.

Tentara pasukan musuh mengepung di luar parit selama 24 malam. Ada pula yang menyebut selama satu bulan, dan versi lainnya menyatakan selama 20 hari. Tekanan terhadap kaum Muslimin begitu hebat. Sampai-sampai  Rasulullah SAW dan kaum Muslimin tak dapat melaksanakan shalat Ashar pada waktunya, dan baru bisa shalat setelah matahari terbenam.

Pada waktu itu, shalat khauf belum diisyaratkan, karena baru disyariatkan pada Perang Dzatur Riqa, ujar Dr Akram.  Lamanya pengepungan membuat semangat pasukan kaum Musyrikin melemah. Tak adanya tujuan yang jelas di antara pasukan tentara gabungan (Ahzab), membuat moral dan semangat berperang mereka turun.

Terlebih lagi, pertolongan Allah SWT berupa angin topan yang kencang dan udara dingin, membuat pasukan tentara musuh lari kocar-kacir. Wahai Rasulullah, orang-orang meninggalkan Abu Sufyan dan yang tersisa hanyalah kelompok kecil yang berada di sekeliling api. Allah telah membuat mereka kedinginan seperti yang kita alami, tetapi kita mengharapkan apa yang tidak mereka harapkan, ujar Hudzaifah melaporkan kondisi terakhir kekuatan musuh.

Kaum kafir akhirnya pulang tanpa hasil apa pun kecuali kekecewaan. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Ahzab ayat 25, Dan Allah menghalau orang-orang kafir itu yang keadaan mereka penuh kejengkelan, lagi mereka tak memperoleh keuntungan apa pun. Dan Allah menghindarkan orang-orang Mukmin dari peperangan. Dan Allah Mahakuat Lagi Mahaperkasa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement