Selasa 09 Feb 2016 16:17 WIB

Ujian Pemimpin yang Adil

Rep: c62/ Red: Agung Sasongko
Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.
Foto: Blogspot.com
Pemimpin yang mendapat kepercayaan rakyat harus mengedepankan prinsip keadilan.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Keluarga Nabi Daud AS ditakdirkan menjadi pemimpin bani Israil selama bertahun-tahun. Nabi Daud, memimpin kaum ini hingga usianya senja. Tampuk kepemimpinan dilanjutkan oleh anaknya, Nabi Sulaiman AS.

Nabi Sulaiman tak hanya diberi kemampuan berkomunikasi dengan golongan binatang dan jin, putra dari Nabi Daud tersebut juga dianugerahi kebijaksanaan dan sifat yang adil. Keadilan Sulaiman itu, seperti terungkap oleh Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa\'di dalam tafsirnya yang berjudul Tafsir al-Lathif al-Manan fi Khulashah Tafsir Alquran.

As-Sa'di menjelaskan surah al-Anbiya ayat 79 turun untuk mengabadikan kebijaksanaan Nabi Sulaiman. "Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat), dan kepada masing-masing mereka (Daud dan Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah Kami tundukkan gunung-gunung dan burung- burung, semua bertasbih bersama Daud. Dan kamilah yang melakukannya."

Suatu hari dua orang ibu pergi ke padang rumput masing-masing membawa bayi mereka. Kedua bayi diletakkan di sebuah batu besar, sedangkan para ibu mengurus ladang mereka. Seorang ibu yang lebih muda telah memiliki firasat aneh akan keselamatan sang bayi jika ditinggal begitu saja. Nyata, seekor serigala tiba-tiba muncul dan menerkam salah satu bayi. Kedua ibu pun bersedih dan saling berebut bayi yang selamat.

Salah satu ibu yang lebih muda merasa bayi yang selamat adalah anaknya. Namun, seorang ibu yang usianya lebih tua pun merasa bayinyalah yang selamat. Keduanya bertengkar dan berselisih. Hingga mereka pun bermaksud membawa permasalahan bayi tersebut ke hadapan raja agar dapat diadili dan dikuak kebenarannya.

Saat itu kerajaan bani Israil dipimpin oleh Nabi Daud. Dua ibu tersebut pun menghadapnya dan menceritakan kisah bayi mereka. Di hadapan raja, keduanya pun saling mengklaim sang bayi selamat.

Nabi Daud pun mencoba memberi pengertian kepada para ibu agar salah satu dari mereka mengalah dan berkata jujur. Namun, keduanya berkeras mendapat bayi tersebut. "Itu adalah bayiku, seorang ibu selalu tahu dan mengenal bayinya," ujar perempuan muda.

"Tidak! Ini bayiku. Bayimu telah tewas dimakan serigala," ujar seorang ibu tua yang mendekap erat sang bayi dan air matanya pun meluap.

Nabi Daud pun kesulitan menangani dua ibu yang keras kepala tersebut. Sementara, tak ada yang mengetahui bayi siapa gerangan yang selamat. Sang wanita tua pun menceritakan kisah dengan sangat terperinci air mata berderai. Merasa iba, hampir saja Nabi Daud memutuskan sang ibu tualah yang berhak atas bayi tersebut.

Nabi Daud pun berharap Allah akan memberikan anugerah anak kembali kepada sang ibu muda yang masih mampu dan berkesempatan mengandung janin dari rahimnya. Kemudian, putra mahkota yang selalu mendampingi raja, Nabi Sulaiman (Solomon), pun mencoba membantu sang ayah dalam mengadili perkara tersebut.

Betapa kagetnya hadirin persidangan, termasuk dua ibu tersebut, ketika Sulaiman justru meminta sebilah pedang. "Ambilkan aku pedang untuk membelah dua bayi ini untuk kalian berdua," ujar Sulaiman.

Ia pun meletakkan sang bayi di atas meja, dan bersiap dengan gaya pedang yang akan membelah sang bayi menjadi dua belah sama rata. Seluruh hadirin tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang pria waras keturunan raja dapat membunuh sang bayi. Sontak sang ibu muda berteriak, "Tidak, jangan, tolong jangan lakukan itu. Kau akan membunuhnya.  Oh, Rajaku, berikan saja bayi itu padanya,"teriak sang ibu dengan deraian air mata.

Akting Nabi Sulaiman pun berakhir. Tentu saja ia tak akan membelah sang bayi yang berarti akan membunuhnya. Ia pun memberikan sang bayi kepada sang ibu muda yang lebih rela memberikan sang bayi kepada ibu lain asalkan anaknya dapat hidup. Naluri seorang ibulah yang diuji Sulaiman terhadap kedua ibu berperkara tersebut. Hasilnya, sang ibu tua hanya berdiam diri dan setuju untuk membelah bayi.

Mendapati keputusan Nabi Sulaiman, sang ibu muda tersenyum gembira dan ridha. Para hadirin yang terdiri atas pengawal istana pun ikut girang dengan cara calon raja mereka dalam memutuskan perkara. Sedangkan, ibu tua yang iri dan dengki dijatuhi hukuman karena telah berdusta dan mengakui bayi orang lain.

Melihat kebijaksanaan putranya, Nabi Daud pun bangga. Ia merasa puas dengan keputusan yang diambil sang pewaris takhtanya. "Sulaiman, kau benar-benar hebat," puji sang ayah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement