Kamis 07 May 2015 16:56 WIB

Masjid 'Pertama' di Venice akan Menguji Toleransi

Rep: Gita Amanda/ Red: Ilham
Sebuah Masjid (Ilustrasi)
Foto: scotthealeyroofing
Sebuah Masjid (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Novelis abad 18, William Beckford pernah menulis, bahwa ia tak pernah bisa membayangkan Basilika St. Markus sebagai sebuah masjid. Selama berabad-abad Eropa telah meninggalkan budaya dan arsitektur Islam. Tak heran, banyak warga Muslim yang kesulitan saat ingin beribadah di tempat umum, khususnya lokasi wisata di Eropa.

Tapi, selama tujuh bulan ke depan, Venice yang merupakan salah satu kota bersejarah di Eropa akan memiliki masjid sementara. Sebab, pada Jumat (8/5), sebuah bekas gereja Katolik di kawasan Cannaregio akan diubah menjadi masjid sementara.

Seperti dilansir The New York Times, Kamis (7/5), dinding masjid yang akan menjadi bagian dari acara tahunan Venice Biennale akan berhiaskan tulisan Arab. Lantainya akan ditutupo sajadah yang mengarah ke kiblat Muslim, Mekkah. Mosaik salib yang berada di gereja tersebut akan disembunyikan di balik mihrab.

Transformasi ini merupakan karya seorang seniman Swiss-Islandia, Christoph Buchel. Masjid nantinya akan berfungsi sebagai paviliun nasional Islandia selama Biennale. Ya, masjid indah itu hanya akan berumur 7 bulan.

Buchel mengaku sempat kesulitan memulai proyeknya tersebut. Seniman yang memiliki spesialis dalam instalasi hiper-real ini mengatakan, ia memang menginginkan gereja untuk diubah menjadi masjid. Ia akhirnya menyewa sebuah gereja Katolik kecil, Santa Maria della Misericodia untuk proyek yang diberinya judul "Masjid Pertama di Kota Bersejarah Venice".

Dalam pertemuannya dengan para pemimpin Venice, polisi dan pejabat Biennale, Buchel tak diizinkan membuat perubahan sementara dari eksterior gereja. Padahal, awalnya ia berencana membuat tulisan "Allahu Akbar" dalam tulisan Arab di depan pintu masuk.

Proyek ini nyaris runtuh pada pertengahan April, saat para pejabat Venice mengirim surat ke Pusat Seni Islandia. Mereka memperingatkan polisi sebagai ancaman keamanan. Dalam surat tersebut petugas mengatakan, masjid yang berada di sepanjang kanal dekat jembatan kecil akan sulit untuk dipantau.

Pejabat Biennale juga menjaga jarak dari proyek ini. Mereka tak bersedia berkomentar saat diminta menanggapi hal ini pada Rabu (6/5), kemarin.

Presiden Komunitas Islam Venesia yang mewakili Muslim dari 30 negara yang tinggal di Venice, Mohamed Amin Al-Ahdab mengaku telah melihat proposal pembuatan masjid tersebut. Menurutnya, itu cara sempurna untuk mengkomunikasikan keinginan mereka untuk berpartisipasi lebih menyeluruh dalam kehidupan di kota tersebut.

"Kadang-kadang Anda harus menunjukkan diri, bahwa Anda itu cinta damai dan Anda ingin orang-orang melihat budaya Anda," kata Ahdab.

Selama ini, pusat Islam yang berfungsi sebagai masjid berada di Maghera, sebuah kota daratan di mana banyak Muslim tinggal. Ahdab mengatakan, telah menjadi impian semua Muslim untuk memiliki masjid di pusat bersejarah Venesia.

"Ada banyak Muslim yang bepergian untuk bekerja, mereka tak memiliki tempat yang baik untuk berdoa. Ada puluhan ribu turis Muslim datang ke Venesia setiap bulan, mereka bertanya mengapa tak ada masjid di mana Anda melihat sejarah Islam di depan amta Anda," katanya.

Padahal di sepanjang Kanal Besar di Venice pada abad ke 17 dan 18 terdapat permukiman penduduk Turki era Ottoman. Venice juga diyakini sebagai tempat pertama yang mencetak Alquran dengan mesin.

Pada Rabu (6/5), seorang pekerja memasang lampu gantung masjid, sementara pelukis menambahkan sentuhan akhir marmer feux ke mihrab. Seorang imam setempat, Hamad Mahamed tiba pada Rabu sore untuk memimpin solat bagi sebagian kecil Muslim yang berada di sana.

"Sangat penting bagi kami melakukan hal ini. Untuk menunjukkan bagaimana orang Islam dan tak seperti yang digambarkan media," kata Mahamed. Ia menambahkan, inkarnasi masjid di dalam gereja tak menjadi masalah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement