Rabu 01 Apr 2015 11:47 WIB

Reconquista, Simbol Marjinalisasi Muslim di Spanyol (1)

Rep: Ahmad Islamy Jamil/ Red: Indah Wulandari
Reconquista
Foto: spainbg
Reconquista

REPUBLIKA.CO.ID, Sejak runtuhnya Emirat Granada pada 1492, pengaruh Islam di daratan Hispania praktis lenyap. Bahkan sampai hari ini. Oleh kalangan sejarawan Barat, akhir dari kekuasaan Islam di Spanyol itu dikenal dengan istilah Reconquista, yaitu penaklukan kembali Semenanjung Iberia oleh kaum Nasrani.

Lebih jauh lagi, Reconquista tidak sekadar diartikan sebagai direbutnya kembali tanah Hispania dari tangan kaum Muslimin oleh kelompok Kristen. Melainkan juga dimaknai sebagai upaya Barat untuk menghapus segala bentuk pengaruh Islam di bidang politik, sosial, keagamaan, dan kultur masyarakat Semenanjung Iberia.

Reconquista tidak hanya sebatas perang dan penaklukan, tetapi juga repopulasi besar-besaran umat Nasrani di Semenanjung Iberia. Raja-raja Kristen di Eropa mengambil orang-orang mereka sendiri untuk ditempatkan di berbagai lokasi di Iberia sepanjang abad ke-9 hingga ke-10.

Tujuan kebijakan itu, di samping mengubah wajah demografi Andalusia yang sebelumnya telah ‘di-Islam-kan’ oleh para penguasa Muslim, tentu saja juga untuk membentuk pertahanan sipil kerajaan-kerajaan Kristen di kawasan tersebut.

Selama era pemerintahan Islam, umat Kristen dan Yahudi diizinkan untuk tetap mempertahankan agamanya masing-masing. Namun dengan catatan, mereka mesti membayar pajak (jizyah). Jika mereka tidak bersedia membayar pajak, maka hukumannya adalah dipenjara.

Sementara, setelah Kerajaan Kristen berkuasa kembali di Hispania, mereka menuntut pajak yang sangat besar kepada orang-orang non-Kristiani. Pada 30 Juli 1492, sekitar 200 ribu umat Yahudi diusir secara paksa dari Spanyol oleh Raja Ferdinand II Aragon.

Tahun berikutnya,  Uskup Agung Hernando de Talavera memaksa penduduk Muslim Granada untuk memeluk agama Katolik.

Jika mereka tidak mau berpindah keyakinan, maka mereka juga akan diusir dari Spanyol. Selanjutnya,  pada 1502, Ratu Isabella I menyatakan bahwa seluruh umat non-Kristiani yang berada di wilayah Kerajaan Kastilia wajib mengganti agamanya menjadi Katolik.

“Kebijakan serupa juga diterapkan oleh Raja Charles V terhadap umat Islam yang bermukim di wilayah Kerajaan Aragon tahun 1526,” ungkap Ignacio Tofino-Quesada dalam karyanya, Censorship and Book Production in Spain During the Age of the Incunabula.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement