Rabu 18 Mar 2015 15:48 WIB

M Natsir, Negarawan Muslim Indonesia (1)

Rep: c 24/ Red: Indah Wulandari
M Natsir
Foto: kpk.go.id
M Natsir

REPUBLIKA.CO.ID,Muhammad Natsir (1908-1993) adalah seorang pemikir kebangsaan yang memberikan pengaruh besar terhadap Indonesia terutama pada masa awal kemerdekaan.

Ia tokoh reformis, isalamis, dan nasionalis. Bersama Soekarno, Mohammad Hatta, Syafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem, Sutan Syahrir, Agus Salim, M Yamin, dan para pendiri bangsa lainnya, Natsir merupakan salah satu pemikir dasar negara Indonesia.

Natsir memperkaya kehidupan berbangsa dan bernegara dengan nilai-nilai Islam yang universal, yang menurutnya tidak bertentangan dengan Pancasila. Ia memang anti-sekulerisme.  Menurutnya, antara agama dan kehidupan nyata tidak terpisah.

Natsir keberatan dengan negara ideologi sekuler ala Mustafa Kamal Attaturk di Turki, yang terlalu mengesampingkan agama. Itu sebabnya ia memperjuangkan Pancasila yang tidak sekuler. Bahkan saat di Konstituante, Natsir berjuang untuk tidak membuat Pancasila sebagai dasar negara menjadi sekuler.

Natsir tidak menabukan Islam untuk terjun ke dunia politik. Sebaliknya, ia ingin Islam memberikan sumbangan yang signifikan bagi Indonesia secara demokratis. Politik Islam Natsir adalah perjuangan untuk keindonesiaan yang ber-Bhineka Tunggal Ika, bukan untuk kepentingan golongan Islam sendiri.

Religiusitas Natsir dimuai sedari kecil. Pria yang lahir di Alahanpanjang, Solok, 17 Juli 1908 silam itu berayah Idris Sutan Saripado yang menjadi  pegawai pemerintah dan pernah menjadi Asisten Demang di daerah Bonjol yang berasal dari Maninjau.

Natsir memperoleh pendidikan agama pertama kali dari orang tuanya. Kemudian ia masuk Madrasah Diniyah di Solok pada sore hari dan belajar mengaji Alquran pada malam hari.

Pengetahuan agamanya bertambah ketika dia berguru kepada ustaz Ahmad Hasan, tokoh Persatuan Islam, di Bandung. Kepribadian Abbas Hasan dan tokoh-tokoh lainnya yang hidup sederhana, rapi dalam bekerja, alim, dan tajam argumentasinya, serta berani mengemukakan pendapat, tampak berpengaruh terhadap kepribadian Natsir kemudian.

Natsir juga belajar dari H. Agus Salim, Syekh Ahmad Soorkati, HOS Cokroaminoto, dan A.M. Sangaji, serta tokoh-tokoh Islam terkemuka pada waktu itu. Beberapa di antara mereka adalah tokoh pembaru Islam yang mengikuti pemikiran Mohammad Abduh di Mesir.

Natsir belajar di sekolah dasar pemerintah di Maninjau. Lalu ia melanjutkan sekolahnya ke HIS (Holandsche Inlandsche School)  di Solok, HIS Adabiyah di Padang, kembali ke HIS Solok, dan akhirnya kembali lagi ke HIS di Padang. Ia menamatkan pendidikan HIS pada tahun 1923.

Selanjutnya ia masuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs Sebuah sekolah setingkat SMP yang diisi oleh anak-anak berprestasi)  Padang.

Setelah lulus ia masuk ke AMS A2 (Algememe Midelbare School Afdelling—setingkat SMA jurusan Sastra Barat) di Bandung. Selama di MULO dan AMS Natsir mendapatkan beasiswa.

Setamat dari AMS, Natsir ditawari untuk memilih beasiswa untuk belajar, di Fakultas Hukum di Jakarta atau Fakultas Ekonomi di Rotterdam. Akan tetapi, Natsir lebih tertarik pada perjuangan Islam.

Sumber: Capita Selecta 1-3

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement